Rabu, 12 Juni 2013



INDAHNYA HUKUM FISIKA DALAM ISLAM
Hukum Fisika
Pejara yang terkandung di dalamnya
Hukum relativitas E=mC2
mengajarkan agar kita tidak melihat seseorang dari penampilannya fisiknya.
Hukum efisiensi
mengajarkan kepada kita agar tidak sombong, takabur, dan tawakal. Ingat ada kehendak gaib yang bias mempengaruhi pekerjaan kita.
Hukum mekuivalensi
mengajarkan kita agar adil dan melihat segala sesuatu dari berbagai sisi.
Hukum ketiga newton
mengajarkan kepada kita untuik bertanggung jawab dan segala perbuatan kita akan dibalas.
Hukum kedua dan pertama newton
mengajarkan kita agar punya pendirian yang teguh, ilmiah, tidak suka langsung mengekor kata-kata orang lain.
Hukum peluang
mengajarkan kita agar tidak berjudi, berangan-angan kosong, mempercayai kebetulan dan menyerahkan nasib pada orang lain
Hukum usaha
mengajarkan agar terus bekerja dan mengusahakan ada perubahan hasil, prestasi dan perbaikan dalam jalan yang lurus
Hukum elastisitas
mengajarkan kita agar tidak taklid buta, ekstremis, tahan banting terhadap cobaan, dan toleransi. Tapi ingat ada waktunya kita membalas.
Grafik persamaan sinus cosinus
mengajArkan kita bahwa hidup tak selalu di atas dan tak selalu dibawah.
Hukum pesawat sederhana pertama pengungkit sesuai dengan ayat-ayat Al-qur’an
boleh jadi kamu suka pada sesutau, padahal ia sangat buruk bagimu. Boleh jadi kamu benci kepada sesuatu padahal ia sangat baik bagimu.
Hukum paritas
mengajarkan hidup memiliki pasangan. Kita tak bisa memusnahkan salah satunya.
Efek doppler mengajarkan
jangan menjauhi petunjuk karena barangsiapa menjauhinya ia akan terseat selama-lamanya.
Hukum entropi mengatakna
Alam semesta, masyarakat dan peradaban jika dibiarkan dalam demokrasi dan liberalisme tanpa hukum, akan terus melaju menuju kehancuran.
Hukum mesin kalor mengatakan
kamu bisa mengubah hartamu(usaha) menjadi nafsu(panas), tapi kamu tdak akan bisa mengubah nafsumu menjadi harta. Maka jangan turuti nafsumu.

Jumat, 22 Februari 2013

HUBUNGAN FISIKAN DAN AGAMA



PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM PANDANGAN
HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
Dalam meninjau hubungan sains dan agama, Penulis akan menunjukkan pandangan keempat tipe hubungan sains dan Islam terhadap satu tema penting seputar penciptaan alam semesta menurut tesis konflik, independensi, dialog, dan integrasi.
1.      Konflik
Pandangan Konflik dihadirkan oleh kalangan Atheis yang mengatakan bahwa keseimbangan gaya pada alam semesta yang menghasilkan kondisi yang kondusif bagi munculnya kehidupan dan kecerdasan adalah kebetulan semata. Menurut mereka, manusia secara kebetulan berada di dalam sebuah alam semesta yang memungkinkan hadirnya kehidupan dan kecerdasan. Demikian pula pendapat materialis ilmiah mengenai kosmologi mengarahkan manusia kepada faktor kebetulan atau keniscayaan, bukan mengarahkan manusia kepada desain atau tujuan.[1][21]
2.      Independensi
Pada pandangan independensi, kalangan teolog mengklaim adanya keharmonisan antara proses kosmik dengan Kitab Kejadian. Sejarah kosmik yang menghasilkan pesona yang cerdas ditafsirkan sebagai ekspresi dari tujuan Tuhan dan sebagai manifestasi sifat Tuhan yang cerdas dan personal.
Selanjutnya pendukung Independensi mengkalim bahwa makna religius dari penciptaan dan fungsi penciptaan tidak ada kaitannya dengan teori ilmiah tentang proses fisika kosmologi yang terjadi pada masa lalu. Menurut mereka dunia tidak pula menjadi bagian dari Tuhan, atau berbeda dengan Tuhan. Sejumlah Teolog berbagi pandangan bahwa kitab suci membawa gagasan yang dapat diterima, tidak tergantung pada kosmologi sains. Sains dan agama melayani fungsi yang berbeda dalam kehidupan manusia. Tujuan sains adalah memahami hubungan sebab-akibat diantara fenomena-fenomena alam, sedangkan tujuan agama adalah mengikuti suatu jalan hidup di dalam kerangka makna yang lebih besar. Pemisahan tersebut menutup kemungkinan adanya hubungan positif dan koheren antara sains dan agama.[2][22]
3.      Dialog
Pendukung tesis dialog mengatakan bahwa sains memiliki perkiraan dan pertanyaan-pertanyaan batas yang tidak dapat dijawab sendiri oleh sains. Maka untuk menemukan jawaban atas pertanyaan sains itu, mereka menggunakan tradisi keagamaan dengan doktrin biblikal tentang penciptaan yang memberikan konstribusi penting terhadap kemajuan sains tanpa merusak integritas sains itu sendiri.[3][23]
4.      Integrasi
Pendukung tesis integrasi merespon masalah kosmologi ini dengan korelasi yang lebih dekat antara kepercayaan keagamaan dengan teori ilmiah daripada yang dilakukan oleh pendukung tesis dialog. Gagasan mereka adalah bahwa Tuhan benar-benar mengontrol semua peristiwa penciptaan yang tampak oleh manusia sebagai kebetulan. Manusia dapat melihat desain proses keseluruhan di dalam kehidupan yang terjadi dengan kombinasi dan ciri proses tertentu. Keindahan bumi yang luar biasa mengekspresikan rasa syukur atau berkah kehidupan, serta bentangan ruang dan waktu kosmos yang tak terbayangkan memperlihatkan kerja Sang Pencipta yang diidentifikasi bertujuan sebagai tatanan pemikiran bagi manusia bahwa segala sesuatu terjadi menurut perencanaan yang sangat terperinci dan dalam kontrol total Tuhan.[4][24]
Beberapa fisikawan memandang adanya bukti desain dalam alam semesta ini. Dyson misalnya telah memberikan sejumlah contoh tentang sejumlah peristiwa yang tampaknya mengarah ke terbentuknya alam semesta yang dapat dihuni. Kemudian dia  menyimpulkan  bahwa semakin banyak dia menelaah alam semesta dan mencermati detail arsitekturnya, semakin banyak bukti yang saya temukan bahwa alam semesta dalam sejumlah pengertian telah mengetahui keberadaan kita, artinya telah desain arsitekturnya telah dicocokkan dengan kondisi biologis kita. Kaum beragama telah menggap hal ini sebagai bagian dari desain Tuhan.[5][25]
Setelah meninjau pandangan keempat tipe hubungan sains dan agama dalam merespon masalah penciptaan, penulis lebih mendukung dan mengakomodasi pendekatan integrasi dalam menghubungkan sains dan Islam, karena dalam hubungan integrasi ini keanekaragaman realitas yang relatif terpadu dengan Kesatuan Realitas yang Mutlak. Di mana realitas sains memiliki konvergensi dengan realitas yang diungkapkan Alquran mengenai fenomena alam dan manusia. Tanpa integritas keduanya, manusia akan terus menghadapi problematika modernitas sains di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

IMPLIKASI FISIKA KUANTUM DALAM PANDANGAN
 HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
Fisika adalah ilmu yang mempelajari struktur dasar dan proses mengubah yang terjadi pada materi dan energi. Menjelajah susunan materi yang paling kecil dan persamaan matematika yang paling abstrak, fisika tampak semakin menjauhkan manusia dari agama.
1.      Konflik
Dalam pandangan konflik, peran kebetulan dalam fenomena kuantum telah menantang gagasan tentang tujuan dan kedaulatan ilahi. Konflik paling signifikan melibatkan hubungan antara kontrol Tuhan atas peristiwa, determinasi oleh hukum alam, dan kehadiran kebetulan pada tingkat kuantum.
Pada mulanya, Newton dan dan rekan sezamannya berpendapat bahwa alam adalah mesin rumit yang mengikuti hukum yang tak berubah-ubah, tetapi mengekspresikan kebijaksanaan Pencipta yang cerdas, artinya mereka percaya akan adanya campur tangan tuhan.
Namun selanjutnya konsep Newtonian berhasil secara spektakuler menjelaskan sejumlah besar fenomena yang beraneka. Determinisme paling tegas didukung oleh Laplace, yang mengklaim bahwa jika kita mengetahui posisi dan kecepatan setiap patikel di alam semesta, kita akan sanggup memprediksi semua kejadian pada masa depan. Klaim ini bersifat reduksionis karena berasumsi bahwa prilaku semua entitas ditentukan sepenuhnya oleh perilaku komponen-komponen terkecilnya. Dengan demikian dalam dunia deterministik tuhan tidak disebutkan, sehingga tantara mereka dengan agama terjadi konflik.[6][26]
2.      Independensi
 Dua ide yang diambil dari tafsiran fisika kuantum dimanfaatkan untuk membela independensi sains dan agama. Pertama, kaum instrumentalis memandang teori kuantum dapat digabungkan dengan pandangan instrumentalis terhadap keyakinan agama untuk berargumen bahwa sains dan agama merupakan bahasa-bahasa berbeda yang fungsinya secara berbeda pula dalam kehidupan manusia. Kedua, komplementaritas model partikel dengan model gelombang dalam fisika kuantum yang diperluas mengatakan bahwa sains dan agama memberikan model realitas yang komplementer, yang independen dan tidak dalam posisi konflik.[7][27]
3.      Dialog
 Beberapa percoabaan yang cemerlang pada 1990-an telah memungkinkan studi dekoherensi fungsi gelombang kuantum ketika ia berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Aliran atom sodium atau aliran ion berilium telah diperiksa oleh denyut laser disepanjang lintasannya untuk meneliti transisi dari perilaku kuantum ke perilaku klasik. Koherensi keadaan kuantum ini akan runtuh ketika informasi tentangnya tersedia melalui interaksi dengan denyut laser, yang dapat dipandang sebagai sebentuk pengukuran. Alih informasi bukan alih kesadaran merupakan ciri penting dari runtuhnya fungsi gelombang selama percobaan.[8][28]
Namun fisika kontemporer benar-benar mempunyai pelajaran epistomologis tentang keterlibatan pengamat. Dalam fisika kuantum, pengamat berpartisipasi melalui sifat interaksif dalam proses mengamati. Dalam teori relativitas, sifat temporal dan spasial berpariasi terhadap kerangka acuan pengamat. Sifat ini dipahami sebagai hubungan bukan sebagai sifat intrinsic objek-objek. Dalam agama, pengetahuan hanya dimungkinkan terwujud melalui partisipasi meskipun bentuk partisipasi dalam sains. Kita ingin mengetahui pola hubungan Tuhan dengan kita, tetapi kita hanya mempunyai pengetahuan serba sedikit tentang sifat Tuhan yang sesungguhnya.[9][29]
4.      Integrasi
Pendukung integrasi mengklaim adanya hubungan dekat antara teori ilmiah dan keyakinan agama tertentu daripada yang diajukan oleh pendukung Dialog, meskipun tidak ada garis tajam yang memisahkan keduanya. Dua versi Integrasi akan dieksplorasi dengan ditarik dari holism kuantum dan ketidakpastian kuantum.
Beberapa penulis menawarkan integrasi sistematis atas fisika kontemporer dan mistisme Timur. Menurut Capra, fisika dan agama-agama Asia mengakui adanya keterbatasan bahasa dan pikiran manusia. Misalnya paradoks dalam fisika adalah dualitas partikel/ gelombang, mengingatkan polaritas yin/yan dalam Taoisme Cina, yang menampakkan kesatuan dari hal yang tampaknya berlawanan. [10][30]
Dalam teori relativias, ruang dan waktu membentuk keseluruhan terpadu dan materi energi diidentifikasi sebagai kelengkungan ruang. Pemikiran Timur juga menerima kesatuan segala sesuatu dan berbicara tentang kesatuan tak terpisah yang ditemukan dalam kedalaman meditasi. Fisika baru mengatakan bahwa pengamat dan yang diamati merupakan dua hal yang tak terpisahkan, sebagaimana tradisi mistik menyatakan kesatuan antara subjek dan objek.[11][31]
Selanjutnya mengenai ketidak pastian hukum menurut beberapa penulis adalah merupakan domain yang di dalamnya Tuhan mengendalikan dunia dengan kasih sayang. Para saintis tidak menemukan  sebab alami bagi seleksi diantara alternatif-alternatif kuantum, karena kebetulan bukanlah sebuah sebab. Pada sisi lain, kaum bertuhan mungkin memandang seleksi semacam itu sebagai tindakan Tuhan. Tuhan akan mempengaruhi peristiwa tanpa bertindak sebagai gaya fisika. Karena sebuah elektron dalam superposisi-keadaan tidak mempunyai posisi yang pasti, tidak ada gaya yang diperlukan bagi Tuhan untuk mengaktualisasikan satu di antara sehimpunan potensialitas alternatif. Dengan arahan beberapa atom yang terkoordinasi, Tuhan dapat secara baik mengatur semua peristiwa.[12][32]
Ketidak pastian pada tingkat kuantum tampaknya tidak relevan dengan fenomena pada tingkat sel-hidup yang mengandung jutaan atom, yang fluktuasi statistiknya cenderung rata-rata. Persamaan kuantum memberikan prediksi eksak atas sehimpunan besar dan bukan satu peristiwa. Atom dan molekul mempunyai kestabilan inheren terhadap gangguan kecil karena setidak-tidaknya suatu kuantum energi dibutuhkan untuk mengubah keadaannya. Bagaimanapun juga dalam beberapa sistem biologis, peristiwa kecil dapat mempunyai konsekuaensi yang besar. Misalnya dalam sistem saraf otak, peristiwa kecil dapat merangsang pengaktifan neuron yang efeknya dilipatgandakan oleh jaringan saraf. Maka dengan mengontrol peristiwa kuantum, Tuhan dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam sejarah evolusi manusia.[13][33]
Menurut Fisikawan dan teolog Robert Russell adalah satu di antara sekian orang yang berpendapat bahwa Tuhan mempengaruhi hanya peristiwa kuantum tertentu dan juga bertindak pada tingkat yang lebih tinggi sebagai sebab Top-Down pada peristiwa pada tingkat yang lebih bawah. Ini akan menghindari keberatan terhadap adanya kebetulan, hukum, dan tindakan Tuhan di dunia kuantum.[14][34]

PERTEMUAN IMAN DENGAN SAINS
Ada dua dorongan yang memandu teologi Kristen sehingga dapat bertemu dengan sains, dan dorongan tersebut juga mungkin dirasakan para pemikir Islam. Dorongan yang pertama adalah dorongan yang bersifat inheren dalam iman untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam, sedangkan dorongan yang kedua adalah dorongan ajaran agama dan tujuan sains untuk menuju kebenaran.[15][35]
Pada dasarnya, Iman didasarkan atas pewahyuan; tetapi dengan menghargai misteri yang melingkupi Tuhan pencipta kita, iman berupaya keras untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut mengenai hubungan yang rumit  antara pencipta dan ciptaan-Nya. Dalam dunia modern, secara dramatis ilmu pengetahuan telah menunjukkan kemampuannya untuk melakukan penelitian yang progresif, yang menghasilkan kegairahan baru yang luar biasa akan pengetahuan baru. Penghargaan yang tinggi terhadap keajaiban alam yang dimungkinkan oleh ilmu pengetahuan itu sendiri merupakan sebuah peristiwa Roh Tuhan di dalam jiwa manusia. Maka ketika iman menginginkan pemahaman yang lebih menadalam, metodologi sains telah menjadi suatu kebutuhannya untuk meningkatkan pemahaman akal ke puncak yang tertinggi.
Sementara disisi lain, ilmu dan iman adalah dua kebenaran yang memiliki karakter yang berbeda, namun walaupun demikian, agama telah menunjukkan bahwa Tuhan adalah realitas mutlak. Kebenaran tentang apapun pada akhirnya juga benar dalam kaitannya dengan Tuhan. Iman kita tidak bisa membangkitkan keyakinan apabila kita tidak meyakini kebenarannya. Karena adanya komitmen teologis yang biarpun sangat vital tetapi implisit terhadap kebenaran ini. Bagi pemikiran teologis, penelitian ilmiah memiliki daya tarik bawaan. Sebab teologi seharusnya menemukan rekan dalam laboratoriumnya.[16][36]
Walaupum tampaknya ada peperangan di beberapa medan pertempuran, sebuah iman yang beruapaya mendapatkan pemahaman seharusnya juga mencari perdamaian antara ilmu dan teologi. Lebih daripada sekedar perjuangan untuk mendapatkan dominasi intelektual, upaya pencarian kebenaran mendorong kita memasang mata untuk mencari merpati perdamaian di cakrawala.

METODE MENDAMAIKAN ANTARA ISLAM
 DENGAN SAINS MODERN
Untuk menemukankonsep perdamaian antara Islam dan sains modern, kita perlu memandang hubungannya dari perspektif konsep Islam tentang alam dipandang secara keseluruhan dan dalam matriksnya tersendiri, sebagaimana didefenisikan Alquran. Ini tidaklah mudah karena begitu kita membawa nas wahyu ke dalam wacana kontemporer, akan segera muncul sikap-sikap yang keras dan pintu-pintu perdamaian akan tertutup.
Wacana sains dan agama di Barat dijelaskan dan terangkan dalam kerangka teologi dan sains, sekurang-kurangnya tidak dalam arus utamanya. Namun hambatan terbesarnya barangkali adanya pendapat yang menyejajarkan pandangan Islam dan pandangan fundamentalis kristenan di Barat yang meletakkan al Kitab sebagai imbangan dalam wacana hubungan sains dan agama sehingga pandangan tersebut tidak disukai di dunia akademis. Namun dengan tetap menyadari hambatan ini, kita harus berpikir tentang wacana Islam dan sains yang berakar secara murni dalam Alquran.[17][37]
Selanjutnya, wacana Islam dan sains juga tidak dapat mencapai kemurniannya tanpa merujuk kembali keoada tradisi saintifik Islam. Misalnya mempertanyakan apa yang Islami dalam sains Islam? Bagamana tradsi saintifik Islam berakar dalam pandangan dunia Alquran, dan apa yang terjadi dengan tradisi tersebut? Dan yang paling penting menjadi perhatian juga adalah epitomologis mengenai status Alquran dalam kaitannya dengan sains modern dan hakikat serta makna “ayat-ayat saintifik” dalam Alquran. Begitu juga tentang konsep-konsep kosmos di dalam Alquran, hakikat perbuatan Tuhan, serta hubungan Tuhan dengan makhluk sebagaimana yang didefenisikan oleh Alquran. Semua hal tersebut tidak bisa diabaikan dalam wacana tentang Islam dan Sains. Tentunya dengan mempertimbangkan itu akan memberikan tilikan tajam mengenai terbentuknya struktur dasar sains modern dan kaitan antara struktur filosofis yang mendasarinya dan pandangan dunia Islam. Hanya dengan demikian itulah kita bisa membangun model-model dan metodologi-metodologi bagi wacana Islam dan sains.[18][38]
Selain daripada beberapa persoalan di atas, ada banyak persoalan lain yang perlu dijelajahi. Persoalan-persoalan tersebut  mencakup seluruh isu yang berkaitan dengan etika dan syari’at dalam kaitannya dengan cabang-cabang tertentu dari sains modern seperti bioteknologi dan genetika.