PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM PANDANGAN
HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
Dalam meninjau hubungan sains dan agama,
Penulis akan menunjukkan pandangan keempat tipe hubungan sains dan Islam
terhadap satu tema penting seputar penciptaan alam semesta menurut tesis
konflik, independensi, dialog, dan integrasi.
1.
Konflik
Pandangan Konflik dihadirkan oleh kalangan
Atheis yang mengatakan bahwa keseimbangan gaya pada alam semesta yang
menghasilkan kondisi yang kondusif bagi munculnya kehidupan dan kecerdasan
adalah kebetulan semata. Menurut mereka, manusia secara kebetulan berada di
dalam sebuah alam semesta yang memungkinkan hadirnya kehidupan dan kecerdasan.
Demikian pula pendapat materialis ilmiah mengenai kosmologi mengarahkan manusia
kepada faktor kebetulan atau keniscayaan, bukan mengarahkan manusia kepada
desain atau tujuan.[1][21]
2.
Independensi
Pada pandangan independensi, kalangan teolog
mengklaim adanya keharmonisan antara proses kosmik dengan Kitab Kejadian.
Sejarah kosmik yang menghasilkan pesona yang cerdas ditafsirkan sebagai
ekspresi dari tujuan Tuhan dan sebagai manifestasi sifat Tuhan yang cerdas dan
personal.
Selanjutnya pendukung Independensi mengkalim
bahwa makna religius dari penciptaan dan fungsi penciptaan tidak ada kaitannya
dengan teori ilmiah tentang proses fisika kosmologi yang terjadi pada masa
lalu. Menurut mereka dunia tidak pula menjadi bagian dari Tuhan, atau berbeda
dengan Tuhan. Sejumlah Teolog berbagi pandangan bahwa kitab suci membawa
gagasan yang dapat diterima, tidak tergantung pada kosmologi sains. Sains dan
agama melayani fungsi yang berbeda dalam kehidupan manusia. Tujuan sains adalah
memahami hubungan sebab-akibat diantara fenomena-fenomena alam, sedangkan
tujuan agama adalah mengikuti suatu jalan hidup di dalam kerangka makna yang
lebih besar. Pemisahan tersebut menutup kemungkinan adanya hubungan positif dan
koheren antara sains dan agama.[2][22]
3.
Dialog
Pendukung tesis dialog mengatakan bahwa sains
memiliki perkiraan dan pertanyaan-pertanyaan batas yang tidak dapat dijawab
sendiri oleh sains. Maka untuk menemukan jawaban atas pertanyaan sains itu,
mereka menggunakan tradisi keagamaan dengan doktrin biblikal tentang penciptaan
yang memberikan konstribusi penting terhadap kemajuan sains tanpa merusak
integritas sains itu sendiri.[3][23]
4.
Integrasi
Pendukung tesis integrasi merespon masalah
kosmologi ini dengan korelasi yang lebih dekat antara kepercayaan keagamaan
dengan teori ilmiah daripada yang dilakukan oleh pendukung tesis dialog.
Gagasan mereka adalah bahwa Tuhan benar-benar mengontrol semua peristiwa
penciptaan yang tampak oleh manusia sebagai kebetulan. Manusia dapat melihat
desain proses keseluruhan di dalam kehidupan yang terjadi dengan kombinasi dan
ciri proses tertentu. Keindahan bumi yang luar biasa mengekspresikan rasa
syukur atau berkah kehidupan, serta bentangan ruang dan waktu kosmos yang tak
terbayangkan memperlihatkan kerja Sang Pencipta yang diidentifikasi bertujuan
sebagai tatanan pemikiran bagi manusia bahwa segala sesuatu terjadi menurut
perencanaan yang sangat terperinci dan dalam kontrol total Tuhan.[4][24]
Beberapa fisikawan memandang adanya bukti
desain dalam alam semesta ini. Dyson misalnya telah memberikan sejumlah contoh
tentang sejumlah peristiwa yang tampaknya mengarah ke terbentuknya alam semesta
yang dapat dihuni. Kemudian dia
menyimpulkan bahwa semakin banyak
dia menelaah alam semesta dan mencermati detail arsitekturnya, semakin banyak
bukti yang saya temukan bahwa alam semesta dalam sejumlah pengertian telah
mengetahui keberadaan kita, artinya telah desain arsitekturnya telah dicocokkan
dengan kondisi biologis kita. Kaum beragama telah menggap hal ini sebagai
bagian dari desain Tuhan.[5][25]
Setelah meninjau pandangan keempat tipe
hubungan sains dan agama dalam merespon masalah penciptaan, penulis lebih
mendukung dan mengakomodasi pendekatan integrasi dalam menghubungkan sains dan
Islam, karena dalam hubungan integrasi ini keanekaragaman realitas yang relatif
terpadu dengan Kesatuan Realitas yang Mutlak. Di mana realitas sains memiliki
konvergensi dengan realitas yang diungkapkan Alquran mengenai fenomena alam dan
manusia. Tanpa integritas keduanya, manusia akan terus menghadapi problematika
modernitas sains di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
IMPLIKASI FISIKA KUANTUM DALAM PANDANGAN
HUBUNGAN
SAINS DAN ISLAM
Fisika adalah ilmu yang mempelajari struktur
dasar dan proses mengubah yang terjadi pada materi dan energi. Menjelajah
susunan materi yang paling kecil dan persamaan matematika yang paling abstrak,
fisika tampak semakin menjauhkan manusia dari agama.
1.
Konflik
Dalam pandangan konflik, peran kebetulan dalam
fenomena kuantum telah menantang gagasan tentang tujuan dan kedaulatan ilahi.
Konflik paling signifikan melibatkan hubungan antara kontrol Tuhan atas
peristiwa, determinasi oleh hukum alam, dan kehadiran kebetulan pada tingkat
kuantum.
Pada mulanya, Newton dan dan rekan sezamannya
berpendapat bahwa alam adalah mesin rumit yang mengikuti hukum yang tak
berubah-ubah, tetapi mengekspresikan kebijaksanaan Pencipta yang cerdas,
artinya mereka percaya akan adanya campur tangan tuhan.
Namun selanjutnya konsep Newtonian berhasil
secara spektakuler menjelaskan sejumlah besar fenomena yang beraneka. Determinisme
paling tegas didukung oleh Laplace, yang mengklaim bahwa jika kita
mengetahui posisi dan kecepatan setiap patikel di alam semesta, kita akan
sanggup memprediksi semua kejadian pada masa depan. Klaim ini bersifat reduksionis
karena berasumsi bahwa prilaku semua entitas ditentukan sepenuhnya oleh
perilaku komponen-komponen terkecilnya. Dengan demikian dalam dunia deterministik
tuhan tidak disebutkan, sehingga tantara mereka dengan agama terjadi
konflik.[6][26]
2.
Independensi
Dua ide
yang diambil dari tafsiran fisika kuantum dimanfaatkan untuk membela
independensi sains dan agama. Pertama, kaum instrumentalis
memandang teori kuantum dapat digabungkan dengan pandangan instrumentalis terhadap
keyakinan agama untuk berargumen bahwa sains dan agama merupakan bahasa-bahasa
berbeda yang fungsinya secara berbeda pula dalam kehidupan manusia. Kedua,
komplementaritas model partikel dengan model gelombang dalam fisika kuantum yang diperluas mengatakan
bahwa sains dan agama memberikan model realitas yang komplementer, yang
independen dan tidak dalam posisi konflik.[7][27]
3.
Dialog
Beberapa
percoabaan yang cemerlang pada 1990-an telah memungkinkan studi dekoherensi
fungsi gelombang kuantum ketika ia berinteraksi dengan lingkungan yang lebih
luas. Aliran atom sodium atau aliran ion berilium telah diperiksa oleh denyut
laser disepanjang lintasannya untuk meneliti transisi dari perilaku kuantum ke
perilaku klasik. Koherensi keadaan kuantum ini akan runtuh ketika informasi
tentangnya tersedia melalui interaksi dengan denyut laser, yang dapat dipandang
sebagai sebentuk pengukuran. Alih informasi bukan alih kesadaran merupakan ciri
penting dari runtuhnya fungsi gelombang selama percobaan.[8][28]
Namun fisika kontemporer benar-benar mempunyai
pelajaran epistomologis tentang keterlibatan pengamat. Dalam fisika
kuantum, pengamat berpartisipasi melalui sifat interaksif dalam proses
mengamati. Dalam teori relativitas, sifat temporal dan spasial berpariasi
terhadap kerangka acuan pengamat. Sifat ini dipahami sebagai hubungan bukan
sebagai sifat intrinsic objek-objek.
Dalam agama, pengetahuan hanya dimungkinkan terwujud melalui partisipasi
meskipun bentuk partisipasi dalam sains. Kita ingin mengetahui pola hubungan
Tuhan dengan kita, tetapi kita hanya mempunyai pengetahuan serba sedikit
tentang sifat Tuhan yang sesungguhnya.[9][29]
4.
Integrasi
Pendukung integrasi mengklaim adanya hubungan
dekat antara teori ilmiah dan keyakinan agama tertentu daripada yang diajukan
oleh pendukung Dialog, meskipun tidak ada garis tajam yang memisahkan keduanya.
Dua versi Integrasi akan dieksplorasi dengan ditarik dari holism kuantum dan
ketidakpastian kuantum.
Beberapa penulis menawarkan integrasi
sistematis atas fisika kontemporer dan mistisme Timur. Menurut Capra, fisika
dan agama-agama Asia mengakui adanya keterbatasan bahasa dan pikiran manusia.
Misalnya paradoks dalam fisika adalah dualitas partikel/ gelombang,
mengingatkan polaritas yin/yan dalam Taoisme Cina, yang menampakkan
kesatuan dari hal yang tampaknya berlawanan. [10][30]
Dalam teori relativias, ruang dan waktu
membentuk keseluruhan terpadu dan materi energi diidentifikasi sebagai
kelengkungan ruang. Pemikiran Timur juga menerima kesatuan segala sesuatu dan
berbicara tentang kesatuan tak terpisah yang ditemukan dalam kedalaman
meditasi. Fisika baru mengatakan bahwa pengamat dan yang diamati merupakan dua
hal yang tak terpisahkan, sebagaimana tradisi mistik menyatakan kesatuan antara
subjek dan objek.[11][31]
Selanjutnya mengenai ketidak pastian hukum
menurut beberapa penulis adalah merupakan domain yang di dalamnya Tuhan
mengendalikan dunia dengan kasih sayang. Para saintis tidak menemukan sebab alami bagi seleksi diantara
alternatif-alternatif kuantum, karena kebetulan bukanlah sebuah sebab. Pada
sisi lain, kaum bertuhan mungkin memandang seleksi semacam itu sebagai tindakan
Tuhan. Tuhan akan mempengaruhi peristiwa tanpa bertindak sebagai gaya fisika.
Karena sebuah elektron dalam superposisi-keadaan tidak mempunyai posisi yang
pasti, tidak ada gaya yang diperlukan bagi Tuhan untuk mengaktualisasikan satu
di antara sehimpunan potensialitas alternatif. Dengan arahan beberapa atom yang
terkoordinasi, Tuhan dapat secara baik mengatur semua peristiwa.[12][32]
Ketidak pastian pada tingkat kuantum tampaknya
tidak relevan dengan fenomena pada tingkat sel-hidup yang mengandung
jutaan atom, yang fluktuasi statistiknya cenderung rata-rata. Persamaan kuantum
memberikan prediksi eksak atas sehimpunan besar dan bukan satu peristiwa. Atom
dan molekul mempunyai kestabilan inheren terhadap gangguan kecil karena
setidak-tidaknya suatu kuantum energi dibutuhkan untuk mengubah keadaannya.
Bagaimanapun juga dalam beberapa sistem biologis, peristiwa kecil dapat
mempunyai konsekuaensi yang besar. Misalnya dalam sistem saraf otak, peristiwa
kecil dapat merangsang pengaktifan neuron yang efeknya dilipatgandakan oleh
jaringan saraf. Maka dengan mengontrol peristiwa kuantum, Tuhan dapat
mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam sejarah evolusi manusia.[13][33]
Menurut Fisikawan dan teolog Robert Russell
adalah satu di antara sekian orang yang berpendapat bahwa Tuhan mempengaruhi
hanya peristiwa kuantum tertentu dan juga bertindak pada tingkat yang lebih
tinggi sebagai sebab Top-Down pada peristiwa pada tingkat yang lebih
bawah. Ini akan menghindari keberatan terhadap adanya kebetulan, hukum, dan
tindakan Tuhan di dunia kuantum.[14][34]
PERTEMUAN IMAN DENGAN SAINS
Ada dua dorongan yang memandu teologi Kristen
sehingga dapat bertemu dengan sains, dan dorongan tersebut juga mungkin
dirasakan para pemikir Islam. Dorongan yang pertama adalah dorongan yang
bersifat inheren dalam iman untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam,
sedangkan dorongan yang kedua adalah dorongan ajaran agama dan tujuan
sains untuk menuju
kebenaran.[15][35]
Pada dasarnya, Iman didasarkan atas pewahyuan;
tetapi dengan menghargai misteri yang melingkupi Tuhan pencipta kita, iman
berupaya keras untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut mengenai hubungan yang
rumit antara pencipta dan ciptaan-Nya.
Dalam dunia modern, secara dramatis ilmu pengetahuan telah menunjukkan
kemampuannya untuk melakukan penelitian yang progresif, yang menghasilkan
kegairahan baru yang luar biasa akan pengetahuan baru. Penghargaan yang tinggi
terhadap keajaiban alam yang dimungkinkan oleh ilmu pengetahuan itu sendiri
merupakan sebuah peristiwa Roh Tuhan di dalam jiwa manusia. Maka ketika iman
menginginkan pemahaman yang lebih menadalam, metodologi sains telah menjadi
suatu kebutuhannya untuk meningkatkan pemahaman akal ke puncak yang tertinggi.
Sementara disisi lain, ilmu dan iman adalah dua
kebenaran yang memiliki karakter yang berbeda, namun walaupun demikian, agama
telah menunjukkan bahwa Tuhan adalah realitas mutlak. Kebenaran tentang apapun
pada akhirnya juga benar dalam kaitannya dengan Tuhan. Iman kita tidak bisa
membangkitkan keyakinan apabila kita tidak meyakini kebenarannya. Karena adanya
komitmen teologis yang biarpun sangat vital tetapi implisit terhadap kebenaran
ini. Bagi pemikiran teologis, penelitian ilmiah memiliki daya tarik bawaan.
Sebab teologi seharusnya menemukan rekan dalam laboratoriumnya.[16][36]
Walaupum tampaknya ada peperangan di beberapa
medan pertempuran, sebuah iman yang beruapaya mendapatkan pemahaman seharusnya
juga mencari perdamaian antara ilmu dan teologi. Lebih daripada sekedar
perjuangan untuk mendapatkan dominasi intelektual, upaya pencarian kebenaran
mendorong kita memasang mata untuk mencari merpati perdamaian di cakrawala.
METODE MENDAMAIKAN ANTARA ISLAM
DENGAN SAINS MODERN
Untuk menemukankonsep perdamaian antara Islam dan sains modern, kita perlu memandang
hubungannya dari perspektif konsep Islam tentang alam dipandang secara
keseluruhan dan dalam matriksnya tersendiri, sebagaimana didefenisikan Alquran.
Ini tidaklah mudah karena begitu kita membawa nas wahyu ke dalam wacana
kontemporer, akan segera muncul sikap-sikap yang keras dan pintu-pintu perdamaian akan tertutup.
Wacana sains dan agama di Barat dijelaskan dan
terangkan dalam kerangka teologi dan sains, sekurang-kurangnya tidak dalam arus
utamanya. Namun hambatan terbesarnya barangkali adanya pendapat yang
menyejajarkan pandangan Islam dan pandangan fundamentalis kristenan di Barat
yang meletakkan al Kitab sebagai imbangan dalam wacana hubungan sains dan agama
sehingga pandangan tersebut tidak disukai di dunia akademis. Namun dengan tetap
menyadari hambatan ini, kita harus berpikir tentang wacana Islam dan sains yang
berakar secara murni dalam Alquran.[17][37]
Selanjutnya, wacana Islam
dan sains juga tidak dapat mencapai kemurniannya tanpa merujuk kembali keoada
tradisi saintifik Islam. Misalnya mempertanyakan apa yang Islami dalam sains
Islam? Bagamana tradsi saintifik Islam berakar dalam pandangan dunia Alquran,
dan apa yang terjadi dengan tradisi tersebut? Dan yang paling penting menjadi
perhatian juga adalah epitomologis mengenai status Alquran dalam kaitannya
dengan sains modern dan hakikat serta makna “ayat-ayat saintifik” dalam
Alquran. Begitu juga tentang konsep-konsep kosmos di dalam Alquran, hakikat
perbuatan Tuhan, serta hubungan Tuhan dengan makhluk sebagaimana yang
didefenisikan oleh Alquran. Semua hal tersebut tidak bisa diabaikan dalam
wacana tentang Islam dan Sains. Tentunya dengan mempertimbangkan itu akan
memberikan tilikan tajam mengenai terbentuknya struktur dasar sains modern dan
kaitan antara struktur filosofis yang mendasarinya dan pandangan dunia Islam.
Hanya dengan demikian itulah kita bisa membangun model-model dan
metodologi-metodologi bagi wacana Islam dan sains.[18][38]
Selain daripada beberapa
persoalan di atas, ada banyak persoalan lain yang perlu dijelajahi.
Persoalan-persoalan tersebut mencakup
seluruh isu yang berkaitan dengan etika dan syari’at dalam kaitannya dengan
cabang-cabang tertentu dari sains modern seperti bioteknologi dan
genetika.