Sabtu, 05 Januari 2013

Muhammadiyah dan Ghazwul Fikri


A.    Pengertian Ghazwul Fikri
Ghazwul fikri berasal dari kata “al-ghazw” dan “al-fikr”, yang secara harfiah dapat diartikan “perang pemikiran”.
Yang dimaksud ialah:
Upaya-upaya gencar pihak musuh musuh Allah SWT untuk meracuni pikiran umat Islam agar umat Islam jauh dari Islam, lalu akhirnya membenci Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya.

B.    Ghazwul Fikri: Mitos atau Realitas?

Di kalangan Islam terdapat perbedaan dalam menyikapi istilah Ghazwul Fikri.
Sebagian mengatakan bahwa Ghazwul Fikri adalah mitos belaka, karena perbedaan
pemikiran adalah sesuatu yang lumrah terjadi yang tidak perlu dipersoalkan,  sehingga terjadinya saling mempengaruhi antara pemikiran yang satu dengan yang lain merupakan hal yang biasa, karena semua pemikiran manusia memiliki kesamaan dan kesetaraan. Istilah Ghazwul Fikri hanya muncul dari orang-orang yang ketakutan menghadapi realitas plural pemikiran manusia. Dan hal itu hanya muncul dari orangorang yang berpikir sempit dalam menghadapi hidup ini. Sementara di pihak lain, menyikapi istilah ghazwul fikri adalah benar adanya. Hal itu disebabkan oleh sebuah pandangan bahwa pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari pandangan hidupnya. Pandangan hidup adalah refleksi kehidupan manusia yang bersumber dari kultur, agama, kepercayaan, filsafat, ras dan sebagainya.
            Dengan pandangan tersebut, seorang Muslim memiliki pandangan hidup (worldview) yang berbeda dengan pandangan hidup lain, misalnya pandangan hidup Barat-Sekular. Muhammadiyah adalah merupakan gerakan Islam yang memandang bahwa Dinul Islam adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, satu-satunya jalan hidup yang wajib diikuti oleh umat manusia untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. “Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul, sebagai hidayah daan rahmah Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup matrial dan spiritual, duniawi-ukhrawi. Agama Islam, yakni agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir jaman, ialah agama yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahih (Sunnah Maqbulah), berupa perintah-perintah, laranganlarangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat kaffah, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahpisahkan, meliputi bidang-bidang aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah dunyawiyyah. (Baca pula QS. Syura: 13, Kitab Masalah Lima, KCHMuhammadiyah) Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah, agamasemua Nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk manusia, mengatur hablun minnallah wa hablun minan-nas. Agama rahmah bagi semesta alam, dan merupakan satu-satunya agama yang diridhai Allah, agama yang sempurna.(QS. Ali Imran: 19, 112)
Dengan beragama Islam, setiap muslim memiliki landasan tauhidullah, dan menjalankan peran dalam hidup berupa ibadah (pengabdian vertikal) dan khilafah (pengabdian horisontal) dan bertujuan meraih ridha dan karunia Allah. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan duniawi, apabila benar-benar diimani, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh muslimin secara
totalitas (kaffah). (Al-Fath: 29, Al-Baqarah: 208) Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh, akan melahirkan manusia yang memiliki kepribadian Muslim, kepribadian Mukmin, kepribadian Muhsin dan Kepribadian Muttaqin. Setiap muslimin yang memiliki kepribadian di atas dituntut memiliki aqidah berdasarkan al-tauhid al-khalis (tauhid yang bersih) dan istiqamah, terhindar dari kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. (baca: Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah)
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pandangan Muhammadiyah realitas plural pemikiran dan pandangan hidup manusia meniscayakan terjadinya ghazwul fikri, karena Muhammadiyah Islam dinyatakan oleh Allah sebagai satu-satunya jalan hidup yang diterima dan diridhai Allah. Dan Syari’at Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir, Muhammad SAW merupakan sistem yang telah disempurnakan, menggantikan segala syari’at yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu. Selain Islam, tiada lagi selain kesesatan. Fama ba’da al-Haqqi illa al-Dhalal. Kenyataan ghazwul fikri, juga diakui oleh para pemikir Barat, seperti Huntington dengan istilah Clash of Civilization (benturan peradaban), Peter Berger
dengan Collision of consciousness (tabrakan persepsi).
Gambaran tentang ghzwul fikri, atau benturan peradaban merupakan scenario yang tidak menyenangkan banyak pihak, namun ia memiliki unsur-unsur kebenaran yang dapat dimengerti. Realitas menunjukkan bahwa umat manusia terkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban. Karena masing-masing peradaban memiliki karakter yang berbeda-beda, sudah tentu cara berpikir manusai dalam masing-masing perbedaan itu pun berbeda pula. Jika cara berpikir, cara pandang terhadap sesuatu, nilai-nilai moralitas dan sebagainya suatu peradaban dimpor oleh atau diekspor kepada peradaban lain, maka dijamin pasti akan mengakibatkan pergolakan padasalah satunya. Pada tingkat social akan mengakibatkan kekagetan budaya (cultureshock) dan pergolakan pemikiran, pada tingkat individu akan mengakibatkan kerancuan dan kebingungan (confusion) konseptual. Dan pada tingkt peradaban akan mengakibatkan clash of civilization atau lebih tepatnya clash of worldview. (Zarkasyi, ibid)

C.    Benturan Peradaban Barat dan Islam

Skenarion clash of civilization dari Samuel Huntington merupakan mata rantai dari upaya hegemoni peradaban dan pandangan hidup Barat atas peradaban Timur, termasuk dan terutama Islam. Semakin menguatkan hegemoni Barat tersebut pada abad ini, menunjukkan bahwa yang terjadi saat ini adalah perang pemikiran antara peradaban Islam dan kebudayaan Barat, atau pandangan hidup Islam dan worldview
Barat. Tesis dan scenario Huntington adalah merupakan pengakuan dan legitimasi bahwa antara peradaban Barat dan Islam terdapat perbedaan. Jadi perbedaan yang diasumsikan mengakibatkan ketegangan, benturan, konflik, atau pun peperangan di masa depan, sebenarnya telah terjadi di masa lalu dan masa kini. Ia bukan sekedar ramalan dan khayalan, tetapi realitas konkret yang perlu diantisipasi atau setidaknya
direduksi dampaknya. Eksposisi Huntington yang mengatakan bahwa konflik yang terjadi bukanlah konflik agama dan ideology, tetapi konflik kultur dan peradaban. Akan tetapi, harus disadari bahwa konflik peradaban adalah konflik pandangan hidup (worldview). Maka istilah ghazwul fikri adalah lebih relevan, karena saat ini
peradaban Barat dengan world viewnya begitu gencar mempengaruhi, menyerang
atau menghegemoni peradaban Islam dengan seluruh seginya. Perbedaan paradigma pandangan hidup Islam dan Barat dapat digambarkan sebagai berikut:
 

















            Lebih jauh benturan peradaban Islam dan Barat, dapat dilihat dari pandangan
terhadap Islam dan umat Islam. Pada tingkatan tertentu Barat dapat menerima, bahkan menyukai ide-ide atau pemikiran umat Islam yang sejalan dengan pemikiran Barat, sebab dengan begitu dalam pandangan Barat, umat Islam tidak akan menentang agenda Barat. Terhadap kelompok ini, Barat akan memberikan support yang signifikans. Namun pada tingkat yang lain Barat dapat menentukan kelompok mana yg disukai atau tidak dari kelompok-kelompok yang ada dalam Islam. Sebuah laporan analisis dari National Security Research Division (Amerika Serikat), yangberjudul Civil Democratic Islam, Partners Resources and Strategies, mengemukakan tentang pemetaan dan strategi menghadapi Islam.
PEMETAAN DAN STRATEGI MENGHADAPI ISLAM
Versi National Security Research Division
KLASIFIKASI
CIRI -CIRI

SARAN & STRATEGI

slam
Fundamentals
Menolak demokrasi,
demokratisasi dan
kultur Barat
Hadapi dan lawan:
Ø menentang penafsiran tentangIslam dan tunjukkankerancuannya
Ø Beberkan hubungannya denga kelompok illegal.
Ø Muncul isu kekerasan, terorisme,dorong dan pancing mereka agar melakukan kekerasan
Islam Tradisionalis
Konservatisme,curiga terhadap modernitas, inovasi-perubahan dan peradaban Barat
Dukung untuk melawan
fundamentalis:
Ø terbitkan ketidaksukaan dan kritikmereka terhadap militasi kaumfundamentalis.
Ø Dukung kerjasama antaramodernis dengan tradisionalisyang dekat dengan modernis,
Ø  Cegah persatuan tradisionalis danfundamentalis
Islam Modernis
(Liberal)
Mengingin dunia
Islam menjadi bagian dari modernitas
Global Islam harus
melakukan
modernisasi agar
 selalu sesuai dengan
perkembangan jaman.
Dukung sepenuhnya:
Ø Publikasikan karya2 merekadengan subsidi dana
Ø Dorong agar mereka menguasaimedia massa
Ø Dukungan dana untuk kajianpenelitian, diklat yang mengarahkepada liberalisasi Islam.

Islam Sekularis
Menginginkan dunia
Islam memisahkan agama dari negara, agama adalahurusan individu,bahkanmenginginkan lepas dari ikatan-ikatanagama
Dukung dengan hati-hati:
Ø Menyebarkan pengakuan bahwafundamentalisme-radikalismeadalah musuh bersama,
Ø Hindarkan agar kelompok seculartidak bergabung dengankelompok anti Amerika,
Ø Dukung pemikiran bahwa Islam
tidak mengatur kehidupan negara,
sehingga pemisahan agama dan
negara tidak membahayakan
iman, bahkan menguatkan karena
banyak persolan politik yang bisa
mengotori agama.

Dari keempat kelompok tersebut yang mendapat dukungan penuh adalahkelompok modernis (liberal), karena dianggap sesuai dengan peradaban Barat, atau setidaknya dapat menerima Barat, sehingga dapat dijadikan alat pendukung bahkan penyalur hegemoni pemikiran Barat atas pemikiran Islam dan umatnya.Dukungan Barat terhadap Islam Liberal disalurkan melalui berbagai agensi,seperti Yayasan AMINEF, The Asia Foundation, Geoge Sorosh Foundation, TifaFoundation, Ford Foundation (Amerika Serikat), Canada-Indonesia DevelopmentAgency (Canada), The British Council (Inggris) dan lain-lain.Dari sejumlah LSM-LSM asing tersebut yang paling aktif menggarap umatIslam, khususnya di Indonesia adalah The Asia Foundation (TAF). Merekamengatakan, bahwa dalam rangka mendorong tegaknya nilai-nilai inklusif danpluralis dalam masyarakat muslim Indonesia yang mayoritas, TAF telah memberikanbantuan kepada berbagai ormas Islam sejak thun 1970-an, yang hingga kini telahmencapi tidak kurang dari 30 ormas dn LSM Islam yang mendapat kucuran dana segar tersebut. Seluruh LSM tersebut membawa missi untuk mengembangkan Islamic Discourse dengan arahan:
1.    Islam dipahami dengan pandangan hidup Barat
2.    Islam digunakan untuk mendukung kolonialisme dan hegemoni Barat atas Islamdan dunia Timur umumnya.
3.    Islam digunakan untuk mendukung ide-ide Barat.
Dengan arahan wacana keislaman di atas, LSM-LSM Barat tersebutmendorong untuk diangkatnya isu-isu mengenai demokratisasi, gender, hak asasimanusia, pluralisme agama, multikulturalisme, liberalisme, sekularisme danrelativisme. Dan program unggulan yang diangkat adalah Reformasi PendidikanIslam dan Reformasi Pesantren.

D.    Pokok-pokok Pikiran Liberalisasi Pemikiran Islam

Bangunan utama pemikiran Islam terdiri dari konsep dan terminologi Islam,Sumber-sumber Pemikiran Islam, Persoalan metodologis mengenai masalah althawabit(masalah-masalah agama yang baku) dan al-mutaghayyiraat (masalahmasalahagama yang dinamis), dan hubungan dengan keyakinan dan agama yangberbeda (pluralitas dan pluralisme agama).Konsepsi dan terminologi Islam telah menjadi komoditas yang begitu menarikbagi kaum liberalis untuk menyebarkan virus-virus pemikiran yang membahayakanbagi aqidah dan keyakinan Islam. Upaya tersebut dilancarkan dengan melakukanreduksi pemahaman terhadap terminologi al-Islam dan mengaburkan antara konsep"islam" dengan "al-Islam". Reduksi ini diawali dengan membawa terminology al-Islam menjadi "islam" dan mengalihkan makna terminologis menjadi makna generiketimologis.Dengan demikian Al-Islam dianggap sama saja dengan 'islam' yang hanyabermakna "kepasrahan" kepada Allah.
Dan pengertian generik itulah yang diangkatsebagai makna substatif Islam. Dengan pengertian tersebut, seseorang dapatmengabaikan aspek-aspek aqidah dan syari'ah, yang dipandang sebagai aspek-aspekartificial dari agama. Dan ujungnya adalah semua umat beragama selama memilikikepasrahan kepada Tuhan yang diyakininya adalah Islam.Dengan demikian, ayat yang berbunyi "inna al-dina 'indallah al-Islam" bukanuntuk menyatakan bahwa al-Islam adalah satu-satunya agama Allah, tetapi semua agama dan pemeluk agama adalah memiliki dan mengandung makna Islam, yangimplikasi berikutnya tidak boleh ada truth claim.
Sorotan berikutnya ditujukan kepada sumber-sumber ajaran Islam, yakni al-Quran dan Al-Sunnah. Generasi Muslim liberal, termasuk beberapa oknum dalamtubuh Muhammadiyah mencoba untuk melepaskan dan membebaskan diri dariikatan-ikatan kaidah dalam memahami sumber ajaran Islam sebagai dirintis olehRasulullah, Sahabat dan Tabiin, serta ulama-ulama berikutnya baik salaf maupunkhalaf. Modus operandi yang dilakukan, misalnya dengan mencoba membongkarittifaq al-'ulama dan ijma' al-ummah, seperti bahwa Al-Quran adalah kalamullahyang mutlak kebenarannya, dan otentik eksistensinya. Mereka dengan merujukberbagai pandangan orientalis kuffar, menyatakan bahwa otentisitas al-Quran sebagaikalamullah perlu diuji ulang, sehingga kebenaran yang dikandungnya pun perludigugat ulang.Kesepakatan umat Islam akan keabsahan mushaf Utsmani mulai digugat dandimunculkan edi Al-Quran Edisi Kritis, yang ingin merevisi dan menyunting ulangmushaf Utsmani. Ide ini, sudah barang tentu tidak merupakan pemikiran orisinalpemikiran kaum Islam Liberal, tetapi hasil "kulakan" dan adopsi atas pemikiranorientalis, terutama dengan tokohnya Arthur Jeffrey dan tokoh orientalis lainnya..
Kalau Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama ajaran Islam telah digugateksistensinya, terlebih-lebih Al-Hadis al-Nabawi, yang "hanya" merupakan sumbersekunder. Mereka berpandangan bahwa terlalu banyak nas-nas hadits yang harusdibuang sebagai sampah, karena hanya mempersempit gerak hidup manusia.
Penolakah itu dilakukan dengan berbagai macam dalih dan isu, misalnya isu gender,
HAM, demokratisasi, wacana pluralisme-multikulturalisme dan sebagainya.Isu penting berikutnya, yang disoroti adalah persoalan metodologi pemikirandan pemahaman Islam. Akhir-akhir ini wacana tentang metodologi pemikiran Islam,termasuk sebagian kecil di kalangan Muhammadiyah, menggugat masalah altsawabit(masalah-masalah baku) dan masalah al-mutaghayyirat (masalah-masalahyang berubah), sehingga yang terjadi adalah kekaburan mana yang termasuk dalammasalah-masalah al-din al-mahdhy al-tauqify, yang baku dan mana yang termasukmasalah-masalah yang bersifat ijtihadiyah yang selalu berkembang. Misalnyagugatan terhadap keyakinan bahwa Al-Islam adalah satu-satunya agama yangditerima oleh Allah, yang selanjutnya dimunculkan aqidah pluralisme, multifaith dansejenisnya. Juga munculnya gugatan tentang batas-batas aurat wanita, yang sudahbaku batas-batasnya berdasarnya sabda Rasulullah SAW dalam hadith Bukhari-Muslim.
Isu penting yang tidak kalah menariknya dalam liberalisasi pemikiran Islamadalah wacana pluralisme agama. Tema utama yang diangkat dalam masalah iniadalah pandangan tentang kebenaran agama, keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat. Kecenderungan pluralisme adalah membawa manusia untukmemandang bahwa semua agama adalah sama. Sama benarnya, sama selamatnya.Perbedaan agama satu dengan yang lain hanyalah pada tataran lahir saja, sementaraesensi semua agama hanya satu, sama yakni penghambaan kepada Tuhan.Munculnya paham pluralisme saat ini mengemuka dengan dua model. Yangpertama, yang bernuansa spiritualisme sufistik yang dikenal dengan konseptranscendent unity of religion, kesatuan agama-agama, yang dalam dunia tasawufdikenal dengan konsep wahdat al-adyan. Karena Tuhan itu satu maka esensi agamaadalah satu. Manusia yang telah mencapai maqam haqiqat, maka ia akan melampauisegala agama. Ia tidak perlu terikat aturan-aturan syariat. Di kalangan pemikiranBarat Orientalis paham ini diusung oleh W.C. Smith, yang muaranya akan membawapemeluk agama untuk tidak terlalu terikat pada pendekatan legal-formal dari suatuagama. Sedangkan model kedua, yang lebih diwarnai oleh perubahan social sebagaiakibat dari globalisasi dan globalisme, muncullah konsep world theology atau globaltheology.
 Konsep yang diusung oleh John Hick ini memandang dengan adanya arusglobalisasi dan paham globalisme tidak ada lagi sekat-sekat budaya, ideology,termasuk agama. Semuanya harus berkumpul dalam rumah pluralisme. Budaya,ideologi dan agama tidak boleh mengikat manusia secara eksklusif. Demikebersamaan dan keterbukaan diperlukan kebersediaan untuk melepaskan ikatanprimordial budaya, ideologi, termasuk di dalam agama.Persoalan kebenaran dan keselamatan dalam wacana pluralisme merupakanwacana tahap awal, yang diikuti sikap apatisme terhadap kaidah-kaidah agama karenapaham sebagaimana disebutkan di muka, dan tujuan akhirnya adalah pahamsekularisme liberal. Ini dapat dilihat pada diseminasi wacana keislaman yangdidukung oleh Barat-Sekuler sebagai berikut:





DISEMINASI WACANA KEISLAMAN VERSI BARAT-SEKULER
1.     Liberalisme
 Ciri-ciri Umum
Kebenaran ditentukan semata-mata oleh manusia dengan akal
pikiran dan penginderaannya. (empiris-rasional)
·         Agama/ajaran agama hanya dapat diterima apabila dapatdibenarkan secar akal pikiran.
·          Kebenaran pikiran manusia bersifat absolutely relative.
·         Tidak ada otoritas dalam kehidupan, termasuk otoritas agama.
·         Qaidah-qaidah yang dirintis para Ulama sudah out of date.
Isu-isu Islam Liberal:
Ciri-ciri Umum
·         Hermeneutika Al-Quran, dengan implikasi (a) Penggugatan atas
otentisitas Al-Quran dan Al-Sunnah, bahkan perlu dimunculkan
Quran Edisi Kritis (jiplakan pemikiran orientalis Arthur
Jeffrey). (b) Quran merupakan Produk Budaya Lokal, yang
relative (Zhanni, seluruh isi Quran Zhanni).(c) Hukum Allah
tidak ada, semua diserahkan kepada manusia.
·         Dekonstruksi Syari’ah
·         Pengaburan masalah al-tsawabit dan al-mutaghayyirat, semuanunsure Islam adalah al-mutaghayyirat.
·         Masalah Pluralisme, Gender, HAM, Demokrtisasi dsb.
2.     Pluralisme Agama
·         Pluralisme agama memiliki dua aliran, yang ujungnya tetap
sama: (1) aliran kesatuan transenden agma-agama (transcendent
unity of religion) versi W.C. Smith, dan (2) teologi global
(global theology) versi John Hick. Yang pertama merupakan
protes terhadp arus globalisasi, sedangkan yang kedua
merupakan kepanjangan tangan dari gerakan globalisasi. Ujung
dari pham ini adalah Other religions are equally valid ways to the same truth.
·         Kecenderungan merubah makna konsep-konsep Al-Quran yang berkaitan dengan konsep kafir, ahlul kitab, murtad dan sejenisnya.
·         Nikah antar agama, seperti munculnya buku Fiqh LintasAgama, Counter Legal Draft KHI,
·         Doktrin relativisme, yang akhirnya mengarah kepada kebenaranagama adalah relatif.
3.     Sekularisme
Al-‘Ilmaniyyah
·         Pemisahan antara agama dengan lembaga-lembaga lain, sepertipolitik, negara, budaya, ekonomi dan sebagainya.
·         Agama hanyalah urusan invidu dan hanya dalam masalah ritualyang tidak berkaitan dengan kehidupan keduniaan.
·         idak ada hukum berdasar agama,
·         Desakralisasi, Profanisasi.
Al-Ladiniyyah
·         Kehidupan manusia tidak memerlukan agama, wahyu, karenaakal adalah sentral kehidupan manusia
·          Agama adalah candu masyarakat.Pergumulan pemikiran Barat dan Islam, yang melahirkan pemahaman liberalterhadap Islam atau liberalisasi Islam, seperti pemikiran yang diusung oleh JIL,JIMM, LKiS, LKPSM-NU, Paramadina, dan sejenisnya.

E.    Strategi Muhammadiyah menghadapi Ghazwul Fikri

Dalam menghadapi tantangan Ghazwul Fikri, dalam berbagai bentuknya, yangpling pokok menurut hemat penulis adalah bahwa Muhammadiyah harus istiqamahdalam khitah.. Justru karena konsistensi dan komitmen total yang dimiliki parapemimpinnya selama ini, Muhammadiyah menjadi diterima oleh umat,
Muhammadiyah menjadi lestari dan survive dalam masa yang cukup panjang. Bahkantidak hanya survive, tetapi terus berkembang pesat dalam membangun umat danmembina bangsa.Dan ketika konsistensi dan komitmen mulai meluntur atau mengalamikegamangan dalam dasawarsa terakhir, kita dapati kegodal-gadulan (istilah Pak AR)Muhammadiyah, dan keguncangan ideologis, bahkan menyentuh sendi-sendi gerakanMuhammadiyah.
Konsistensi dan komitmen yang harus tegak dalam kepemimpinanMuhammadiyah masa depan meliputi berbagai aspek, yang dalam tulisan ini memfokuskan pada aspek agama dan ideologi, aspek sosial politik dan aspek sosial budaya.

*      Konsistensi Agama dan Ideologi

Konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid fil Islam, yang mencakup:
gerakan pemurnian pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yangberdasar kepada al-Quran dan al-Sunnah serta pemahaman salaf al-salih, (2)
modernisasi dan pembaharuan bidang manajemen dan gerakan keumatan dengan
tetap berlandaskan orisinalitas ajaran Islam, mestinya tetap tegak dan tegar ditubuh
Muhammadiyah, dengan dipelopori oleh elite kepemimpinannya.
Konsistensi dalam bidang diniyah ini meniscayakan Muhammadiyah untukmembentengi diri dari unsur-unsur yang mengotori pemahaman, pemikiran,penghayatan dan pengamalan agama, baik yang bernuansakan TBC (takhayyul,bid'ah, dan khurafat) klasik, seperti paham paganisme, tasawuf wihdatul adyan dan wihdatul wujud, maupun TBC modern seperti paham Islam liberal-sekular, yangmencoba mengadopsi berbagai metodologi pemikiran yang datang dari luar Islam tanpa kritik, yang implikasi berikutnya berbentuk berbagai penyimpangan danpenyakit sosial, seperti korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme, yang melandanegeri ini, termasuk dalam tubuh Muhammadiyah.
Sekiranya konsistensi ini tetap terjaga di Muhammadiyah, sudah semestinya
tidak perlu gamang menghadapi kritik tentang kebekuan dan kejumudan pemikiran
Muhammadiyah. Karena kritik itu banyak dilontarkan oleh kaum pragmatis liberaldan sekular, meskipun ada juga sedikit kritik yang positif dan konstruktif. Namun,kalau di simak lebih mendalam, sebenarnya terlalu banyak kritik yang justru inginmengobrak-abrik tatanan Muhammadiyah bahkan tatanan Islam, denganmengaburkan dan mencampuradukkan masalah-masalah al-tsawabit (hal-hal baku
dalam agama) dan masalah-masalah al-mutaghayyirat (hal-hal yang memungkinkan
terjadinya perubahan).


Prinsip Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian pemahaman, pemikiran,
penghayatan dan pengamalan ajaran Islam merupakan prinsip yang baku yang harusdipegang teguh Muhammadiyah ingin diobrak-abrik, dengan paham liberal-sekulardengan menawarkan teori relativisme, yang mengandaikan bahwa tidak mungkinseseorang mencapai kebenaran yang hakiki dalam beragama, dan dengan itu tidakmungkin pula seseorang dapat mencapai kepada orisinalitas dan otentitas ajaranIslam, sehingga Muhammadiyah tidak perlu mempertahankan prinsip purifikasinya.
Muhammadiyah harus mengganti prinsip puritanisme dengan paham pluralisme,multikulturalisme dan liberalisme sekular.Pengaruh liberalisme-sekular yang sedikit demi sedikit menggusur komitmenpemurnian ajaran Islam ini telah membuat Muhammadiyah lengah, lalai dan pongahterhadap nilai-nilai aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak Islam. Sebagai contohkonkret kelalaian itu adalah mudahnya Muhammadiyah mengundang foundationasing (non Islam) sebagai donor untuk berbagai kegiatannya, bahkan dalam kegiatanyang sangat prinsip, seperti pendidikan (seperti civic education dengan the asia foundation), pengembangan manhaj dakwah dan tarjih (kasus dakwah kultural danbeberapa halaqah tarjih dengan the ford foundation) dan kajian fiqh Islam (kasus fiqhperempuan dengan the asia foundation) dengan tidak mempertanyakan kehalalan ataukeharaman dana yang diterima. Di samping itu, LSM-LSM tersebut selama ini
terbukti menyebarluaskan virus yang merusak aqidah Islam.
Akhirnya hasil kajian-kajian tersebut mengarah kepada penggugatan dan penggusuran prinsip pemurnian dan kemurnian ajaran Islam, dengan diakomodasinyakembali paham paganisme (TBC klasik) dengan dalih perluasan mitra dakwah,pengembangan sikap empati terhadap kelompok lain, serta masuknya secarahegemonik paham pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme-sekular. Kegamangan atas kritik pemikiran Islam Muhammadiyah, juga melanda carapikir Majelis Tarjih, terutama setelah ditambah dengan Pengembangan PemikiranIslam. Yang terjadi tidak menyemangati pemikiran Islam dalam rangka memanduumat, justru sebaliknya menimbulkan kontroversi, karena memisahkan antarapemikiran dengan penghayatan dan pengamalan, memisahkan antara wacana danfatwa. Padahal semestinya, kesemuanya itu adalah satu kesatuan yang takterpisahkan, dengan landasan sumber ajaran Islam yang otentik, dengan tetapmemahami realitas umat untuk didekati dan dibawa menuju otentitas dan orisinalitasIslam ideal. Kontroversi itu muncul dari produk wacana pemikiran yang ditawarkanseperti Tafsir Tematik Hubungan Antar Agama, yang kental dengan pahampluralisme, juga lontaran personil pimpinan majelis Tarjih yang mengatakan jilbabtidak wajib dan aurat perlu didefinisi ulang, dan seterusnya. Kontroversi ini jelas,secara akademik tidak memiliki manfaat signifikans, dan dari sudut keagamaan justrumengarah kepada pendangkalan aqidah dan pengaburan syariat.

*      Konsistensi Sosial Politik

Berkali-kali, Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai organisasi dakwah, bidang sosial pendidikan dan kesejahteraan sosial, serta sebagai orgaanisasi kemasyarakatan, yang tidak berafiliasi kepada partai politik tertentu, tidakmerupakan kendaraan untuk meraih kekuasaan, dan seterusnya.Namun, karena goyahnya keistiqomahan kepemimpinan Muhammadiyah,berulangkali juga, Muhammadiyah terjebak dalam arus politik kekuasaan, yangseringkali hampir menanggalkan khittahnya sebagai gerakan dakwah Islam.Kalau Muhammadiyah konsisten dan istiqomah dengan Khittah danKepribadiannya, tidak akan tergiur untuk terseret dan menyeret diri dalam arus politikpraktis dan politik kekuasaan.
 Gerakan politik Muhammadiyah adalah politik untukdakwah, sehingga Muhammadiyah memang harus aktif dan proaktif memberikankontribusi pemikiran strategis-Islami bagi pengembangan dan pembangunan bangsa,tanpa harus terjebak pada politik kekuasaan. Namun, karena syahwat politik beberapa oknum dalam kepemimpinan elite Muhammadiyah, baik pusat maupun daerah,akhirnya terjadi konflik internal Muhammadiyah, karena perbedaan aspirasi politik,dan lebih parah lagi adalah menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan atau batuloncatan untuk meraih kedudukan politik sementara orang.Comeback-nya, beberapa aktivis politik Muhammadiyahke rumah besar Muhammadiyah perlu diwaspadai dan diuji, apakah mereka benarbenarcomeback untuk jihad fi sabilillah, ataukah untuk meraih kedudukan politikyang lebih tinggi, karena Muhammadiyah dipandang sebagai kekuatan sosialkemasyarakatan yang memiliki kekuatan politik yang signifikans.Ala kulli hal, pemimpin Muhammadiyah masa depan, harus istiqomah dalamdakwah, istiqomah menggarap pendidikan Islami, dan istiqomah membina umatdengan berbagai bentuk pengajian dan kajian Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
*    Konsistensi Sosial Budaya

Sebagai gerakan Dakwah Islam yang memiliki komitmen untuk p emurnian
dan menjaga kemurnian ajaran Islam, Muhammadiyah memahami bahwa kebudayaanadalah pemikiran, karya dan penghayatan hidup yang merupakan refleksi umat Islamatas ajaran agamanya, yang bersumber pada otentisitas ajaran Islam.Dengan pandangan itu, Muhammadiyah memandang bahwa adanya pluralitasbudaya (multikulturalitas) adalah sesuatu kenyataan yang mesti diterima. Namun,tidak berimplikasi kepada paham pluralisme dan multikulturalisme, yang memandangsemua agama dan semua budaya manusia adalah benar dan baik umat manusia.
Muhammadiyah, sebagaimana statemen al-Quran memandang bahwa dalam
pluralitas budaya atau multikulturalitas terhadap kategori budaya ma'rufat (segala budaya yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam) dan budaya munkarat (segalasesuatu yang jelek, batil dan jahat bagi kehidupan manusia dan tidak sesuai dengansyariat Islam.Derasnya paham multikulturalisme dan pluralisme di dalam tubuhMuhammadiyah ditandai dengan kritik tajam yang dilontarkan oleh kalangan internalMuhammadiyah atas konsep pemurnian agama (purifikasi). Bahkan kritik itu telahberubah menjadi hujatan bahwa gerakan purifikasi dalam Muhammadiyah telahmenggusur potensi kultur lokal, tanpa memahami persoalan dan konteks budaya lokaltersebut jika dikaitkan dengan aqidah, akhlak dan muamalah Islam. Akibat lanjut darikegamangan ini adalah kecenderungan warga dan pimpinan Muhammadiyah yangpermisif terhadap berbagai budaya lokal dan global, tanpa memperdulikan aspekaspekmunkarat yang terjadi.
Konsistensi Muhammadiyah dalam bidang Sosial Budaya, harus dijaga dan diperkuat dengan prinsip pemurnian budaya Islam dari pengaruh TBC dankemusyrikan, nilai hedonistik, dan syahwat duniawi. Penguatan konsistensi dan visi sosial budaya yang bertumpu pada prinsip purifikasi, tidak mesti dimaknai sebagaipengembangan budaya monolitik dan anti perbedaan. Perbedaan (al-ikhtilafat walkhilafiyat) dan kemajemukan-keragaman (al-tanawwi’iyyat) adalah realitas yangmesti diterima oleh siapapun sebagai bagian dari sunatullah. Segala potensi budaya baik budaya lokal maupun budaya global, selama sejalan dan tidak bertentangandengan prinsip ajaran Islam (al-ma’rufaat), pasti diterima, bahkan dikukuhkansebagai khazanah budaya Islam. Sebaliknya potensi budaya yang bertentanganbahkan merusak prinsip ajaran Islam (al-munkarat), tidak ada jalan lain, kecualimembersihkannya. Ini sejalan prinsip yang terdapat dalam kalimah syahadat yangdiucapkan oleh setiap muslim dan orang yang akan memeluk Islam.Terdapat dua prinsip yang tegak dengan kokoh dalam kalimah syahadat.
Pertama, prinsip al-nafyu wa al-itsbat (negasi dan afirmasi). Negasi, penolakanterhadap budaya munkarat dan afirmasi, penegasan untuk budaya ma’rufat. Kedua,ittiba’ wa mutaba'atur rasul, yakni mengikuti jejak langkah Rasulullah dalamberagama dan berbudaya. Dengan prinsip itu, Muhammadiyah akan memiliki dayaselektifitas dan daya kreatif untuk menghasilkan kreasi baru dalam melahirkankebudayaan alternatif yang tetap mempertautkan antara otentisitas dan orisinalitasajaran Islam dengan perkembangan jaman yang selalu berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar