A. Pengertian Ghazwul Fikri
Ghazwul fikri berasal dari kata “al-ghazw” dan “al-fikr”, yang secara
harfiah dapat diartikan “perang pemikiran”.
Yang dimaksud ialah:
Upaya-upaya gencar pihak musuh musuh Allah SWT untuk
meracuni pikiran umat Islam agar umat Islam jauh dari Islam, lalu akhirnya
membenci Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke
akar-akarnya.
B. Ghazwul
Fikri: Mitos atau Realitas?
Di kalangan Islam terdapat perbedaan dalam
menyikapi istilah Ghazwul Fikri.
Sebagian
mengatakan bahwa Ghazwul Fikri adalah mitos belaka, karena perbedaan
pemikiran
adalah sesuatu yang lumrah terjadi yang tidak perlu dipersoalkan, sehingga terjadinya saling mempengaruhi
antara pemikiran yang satu dengan yang lain merupakan hal yang biasa, karena semua
pemikiran manusia memiliki kesamaan dan kesetaraan. Istilah Ghazwul Fikri hanya
muncul dari orang-orang yang ketakutan menghadapi realitas plural pemikiran
manusia. Dan hal itu hanya muncul dari orangorang yang berpikir sempit dalam
menghadapi hidup ini. Sementara di pihak lain, menyikapi istilah ghazwul fikri
adalah benar adanya. Hal itu disebabkan oleh sebuah pandangan bahwa pemikiran
seseorang tidak bisa lepas dari pandangan hidupnya. Pandangan hidup adalah
refleksi kehidupan manusia yang bersumber dari kultur, agama, kepercayaan,
filsafat, ras dan sebagainya.
Dengan pandangan tersebut, seorang
Muslim memiliki pandangan hidup (worldview) yang berbeda dengan
pandangan hidup lain, misalnya pandangan hidup Barat-Sekular. Muhammadiyah
adalah merupakan gerakan Islam yang memandang bahwa Dinul Islam adalah
satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, satu-satunya jalan hidup yang
wajib diikuti oleh umat manusia untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. “Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul, sebagai hidayah daan rahmah Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang
menjamin kesejahteraan hidup matrial dan spiritual, duniawi-ukhrawi. Agama
Islam, yakni agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir jaman,
ialah agama yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi
yang Shahih (Sunnah Maqbulah), berupa perintah-perintah,
laranganlarangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat kaffah, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahpisahkan, meliputi bidang-bidang aqidah, akhlak,
ibadah dan muamalah dunyawiyyah. (Baca pula QS. Syura: 13, Kitab Masalah Lima,
KCHMuhammadiyah) Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada
Allah, agamasemua Nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang
menjadi petunjuk manusia, mengatur hablun minnallah wa hablun minan-nas.
Agama rahmah bagi semesta alam, dan merupakan satu-satunya agama yang diridhai
Allah, agama yang sempurna.(QS. Ali Imran: 19, 112)
Dengan beragama Islam, setiap muslim memiliki
landasan tauhidullah, dan menjalankan peran dalam hidup berupa ibadah (pengabdian
vertikal) dan khilafah (pengabdian horisontal) dan bertujuan meraih ridha dan
karunia Allah. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan
duniawi, apabila benar-benar diimani, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh
seluruh muslimin secara
totalitas
(kaffah). (Al-Fath: 29, Al-Baqarah: 208) Dengan pengamalan Islam yang
sepenuh hati dan sungguh-sungguh, akan melahirkan manusia yang memiliki
kepribadian Muslim, kepribadian Mukmin, kepribadian Muhsin dan Kepribadian
Muttaqin. Setiap muslimin yang memiliki kepribadian di atas dituntut memiliki
aqidah berdasarkan al-tauhid al-khalis (tauhid yang bersih) dan
istiqamah, terhindar dari kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. (baca: Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah)
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pandangan
Muhammadiyah realitas plural pemikiran dan pandangan hidup manusia meniscayakan
terjadinya ghazwul fikri, karena Muhammadiyah Islam dinyatakan oleh Allah
sebagai satu-satunya jalan hidup yang diterima dan diridhai Allah. Dan Syari’at
Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir, Muhammad SAW merupakan sistem yang telah
disempurnakan, menggantikan segala syari’at yang telah diturunkan kepada para
Nabi dan Rasul terdahulu. Selain Islam, tiada lagi selain kesesatan. Fama
ba’da al-Haqqi illa al-Dhalal. Kenyataan ghazwul fikri, juga diakui oleh
para pemikir Barat, seperti Huntington dengan istilah Clash of Civilization (benturan
peradaban), Peter Berger
dengan
Collision of consciousness (tabrakan persepsi).

C. Benturan
Peradaban Barat dan Islam
Skenarion clash of civilization dari
Samuel Huntington merupakan mata rantai dari upaya hegemoni peradaban dan
pandangan hidup Barat atas peradaban Timur, termasuk dan terutama Islam.
Semakin menguatkan hegemoni Barat tersebut pada abad ini, menunjukkan bahwa
yang terjadi saat ini adalah perang pemikiran antara peradaban Islam dan
kebudayaan Barat, atau pandangan hidup Islam dan worldview
Barat.
Tesis dan scenario Huntington adalah merupakan pengakuan dan legitimasi bahwa
antara peradaban Barat dan Islam terdapat perbedaan. Jadi perbedaan yang diasumsikan
mengakibatkan ketegangan, benturan, konflik, atau pun peperangan di masa depan,
sebenarnya telah terjadi di masa lalu dan masa kini. Ia bukan sekedar ramalan
dan khayalan, tetapi realitas konkret yang perlu diantisipasi atau setidaknya
direduksi
dampaknya. Eksposisi Huntington yang mengatakan bahwa konflik yang terjadi
bukanlah konflik agama dan ideology, tetapi konflik kultur dan peradaban. Akan
tetapi, harus disadari bahwa konflik peradaban adalah konflik pandangan hidup (worldview).
Maka istilah ghazwul fikri adalah lebih relevan, karena saat ini
peradaban
Barat dengan world viewnya begitu gencar mempengaruhi, menyerang
atau
menghegemoni peradaban Islam dengan seluruh seginya. Perbedaan paradigma
pandangan hidup Islam dan Barat dapat digambarkan sebagai berikut:

Lebih jauh benturan peradaban Islam
dan Barat, dapat dilihat dari pandangan
terhadap
Islam dan umat Islam. Pada tingkatan tertentu Barat dapat menerima, bahkan
menyukai ide-ide atau pemikiran umat Islam yang sejalan dengan pemikiran Barat,
sebab dengan begitu dalam pandangan Barat, umat Islam tidak akan menentang
agenda Barat. Terhadap kelompok ini, Barat akan memberikan support yang signifikans. Namun pada
tingkat yang lain Barat dapat menentukan kelompok mana yg disukai atau tidak
dari kelompok-kelompok yang ada dalam Islam. Sebuah laporan analisis dari National
Security Research Division (Amerika Serikat), yangberjudul Civil
Democratic Islam, Partners Resources and Strategies, mengemukakan tentang pemetaan dan
strategi menghadapi Islam.
PEMETAAN DAN STRATEGI MENGHADAPI ISLAM
Versi National Security Research
Division
KLASIFIKASI
|
CIRI -CIRI
|
SARAN & STRATEGI
|
slam
Fundamentals
|
Menolak
demokrasi,
demokratisasi
dan
kultur Barat
|
Hadapi dan lawan:
Ø menentang
penafsiran tentangIslam dan tunjukkankerancuannya
Ø Beberkan
hubungannya denga kelompok illegal.
Ø Muncul
isu kekerasan, terorisme,dorong dan pancing mereka agar melakukan kekerasan
|
Islam Tradisionalis
|
Konservatisme,curiga
terhadap modernitas, inovasi-perubahan dan peradaban Barat
|
Dukung untuk melawan
fundamentalis:
Ø terbitkan
ketidaksukaan dan kritikmereka terhadap militasi kaumfundamentalis.
Ø Dukung
kerjasama antaramodernis dengan tradisionalisyang dekat dengan modernis,
Ø Cegah persatuan tradisionalis danfundamentalis
|
Islam Modernis
(Liberal)
|
Mengingin
dunia
Islam menjadi bagian dari modernitas
Global Islam harus
melakukan
modernisasi
agar
selalu sesuai dengan
perkembangan jaman.
|
Dukung sepenuhnya:
Ø Publikasikan
karya2 merekadengan subsidi dana
Ø Dorong
agar mereka menguasaimedia massa
Ø Dukungan
dana untuk kajianpenelitian, diklat yang mengarahkepada liberalisasi Islam.
|
Islam Sekularis
|
Menginginkan
dunia
Islam
memisahkan agama dari negara, agama adalahurusan individu,bahkanmenginginkan
lepas dari ikatan-ikatanagama
|
Dukung dengan hati-hati:
Ø Menyebarkan
pengakuan bahwafundamentalisme-radikalismeadalah musuh bersama,
Ø Hindarkan
agar kelompok seculartidak bergabung dengankelompok anti Amerika,
Ø Dukung
pemikiran bahwa Islam
tidak
mengatur kehidupan negara,
sehingga
pemisahan agama dan
negara
tidak membahayakan
iman,
bahkan menguatkan karena
banyak
persolan politik yang bisa
mengotori agama.
|
Dari keempat kelompok tersebut yang mendapat
dukungan penuh adalahkelompok modernis (liberal), karena dianggap sesuai dengan
peradaban Barat, atau setidaknya dapat menerima Barat, sehingga dapat dijadikan
alat pendukung bahkan penyalur
hegemoni pemikiran Barat atas pemikiran Islam dan umatnya.Dukungan Barat
terhadap Islam Liberal disalurkan melalui berbagai agensi,seperti Yayasan
AMINEF, The Asia Foundation, Geoge Sorosh Foundation, TifaFoundation, Ford
Foundation (Amerika Serikat), Canada-Indonesia DevelopmentAgency (Canada),
The British Council (Inggris) dan lain-lain.Dari sejumlah LSM-LSM asing
tersebut yang paling aktif menggarap umatIslam, khususnya di Indonesia adalah
The Asia Foundation (TAF). Merekamengatakan, bahwa dalam rangka mendorong
tegaknya nilai-nilai inklusif danpluralis dalam masyarakat muslim Indonesia
yang mayoritas, TAF telah memberikanbantuan kepada berbagai ormas Islam sejak
thun 1970-an, yang hingga kini telahmencapi tidak kurang dari 30 ormas dn LSM
Islam yang mendapat kucuran dana segar
tersebut. Seluruh
LSM tersebut membawa missi untuk mengembangkan Islamic Discourse dengan arahan:
1. Islam
dipahami dengan pandangan hidup Barat
2. Islam
digunakan untuk mendukung kolonialisme dan hegemoni Barat atas Islamdan dunia
Timur umumnya.
3. Islam
digunakan untuk mendukung ide-ide Barat.
Dengan arahan wacana keislaman di atas,
LSM-LSM Barat tersebutmendorong untuk diangkatnya isu-isu mengenai
demokratisasi, gender, hak asasimanusia, pluralisme agama, multikulturalisme,
liberalisme, sekularisme danrelativisme. Dan program unggulan yang diangkat
adalah Reformasi PendidikanIslam dan Reformasi Pesantren.
D. Pokok-pokok
Pikiran Liberalisasi Pemikiran Islam
Bangunan utama pemikiran Islam terdiri dari
konsep dan terminologi Islam,Sumber-sumber Pemikiran Islam, Persoalan
metodologis mengenai masalah althawabit(masalah-masalah agama yang baku)
dan al-mutaghayyiraat (masalahmasalahagama yang dinamis), dan hubungan
dengan keyakinan dan agama yangberbeda (pluralitas dan pluralisme agama).Konsepsi
dan terminologi Islam telah menjadi komoditas yang begitu menarikbagi kaum
liberalis untuk menyebarkan virus-virus pemikiran yang membahayakanbagi aqidah
dan keyakinan Islam. Upaya tersebut dilancarkan dengan melakukanreduksi
pemahaman terhadap terminologi al-Islam dan mengaburkan antara
konsep"islam" dengan "al-Islam". Reduksi ini diawali dengan
membawa terminology al-Islam menjadi "islam" dan mengalihkan makna
terminologis menjadi makna generiketimologis.Dengan demikian Al-Islam dianggap
sama saja dengan 'islam' yang hanyabermakna "kepasrahan" kepada
Allah.
Dan pengertian generik itulah yang
diangkatsebagai makna substatif Islam. Dengan pengertian tersebut, seseorang
dapatmengabaikan aspek-aspek aqidah dan syari'ah, yang dipandang sebagai aspek-aspekartificial
dari agama. Dan ujungnya adalah semua umat beragama selama memilikikepasrahan
kepada Tuhan yang diyakininya adalah Islam.Dengan demikian, ayat yang berbunyi "inna
al-dina 'indallah al-Islam" bukanuntuk menyatakan bahwa al-Islam adalah
satu-satunya agama Allah, tetapi semua agama dan pemeluk agama adalah memiliki
dan mengandung makna Islam, yangimplikasi berikutnya tidak boleh ada truth
claim.
Sorotan berikutnya ditujukan kepada
sumber-sumber ajaran Islam, yakni al-Quran dan Al-Sunnah. Generasi Muslim
liberal, termasuk beberapa oknum dalamtubuh Muhammadiyah mencoba untuk
melepaskan dan membebaskan diri dariikatan-ikatan kaidah dalam memahami sumber
ajaran Islam sebagai dirintis olehRasulullah, Sahabat dan Tabiin, serta
ulama-ulama berikutnya baik salaf maupunkhalaf. Modus operandi yang dilakukan,
misalnya dengan mencoba membongkarittifaq al-'ulama dan ijma'
al-ummah, seperti bahwa Al-Quran adalah kalamullahyang mutlak kebenarannya,
dan otentik eksistensinya. Mereka dengan merujukberbagai pandangan orientalis
kuffar, menyatakan bahwa otentisitas al-Quran sebagaikalamullah perlu diuji
ulang, sehingga kebenaran yang dikandungnya pun perludigugat ulang.Kesepakatan
umat Islam akan keabsahan mushaf Utsmani mulai digugat dandimunculkan edi Al-Quran
Edisi Kritis, yang ingin merevisi dan menyunting ulangmushaf Utsmani. Ide ini,
sudah barang tentu tidak merupakan pemikiran orisinalpemikiran kaum Islam
Liberal, tetapi hasil "kulakan" dan adopsi atas pemikiranorientalis,
terutama dengan tokohnya Arthur Jeffrey dan tokoh orientalis lainnya..
Kalau Al-Quran sebagai sumber pertama dan
utama ajaran Islam telah digugateksistensinya, terlebih-lebih Al-Hadis
al-Nabawi, yang "hanya" merupakan sumbersekunder. Mereka berpandangan
bahwa terlalu banyak nas-nas hadits yang harusdibuang sebagai sampah, karena
hanya mempersempit gerak hidup manusia.
Penolakah
itu dilakukan dengan berbagai macam dalih dan isu, misalnya isu gender,
HAM,
demokratisasi, wacana pluralisme-multikulturalisme dan sebagainya.Isu penting
berikutnya, yang disoroti adalah persoalan metodologi pemikirandan pemahaman
Islam. Akhir-akhir ini wacana tentang metodologi pemikiran Islam,termasuk
sebagian kecil di kalangan Muhammadiyah, menggugat masalah altsawabit(masalah-masalah
baku) dan masalah al-mutaghayyirat (masalah-masalahyang berubah),
sehingga yang terjadi adalah kekaburan mana yang termasuk dalammasalah-masalah al-din
al-mahdhy al-tauqify, yang baku dan mana yang termasukmasalah-masalah yang
bersifat ijtihadiyah yang selalu berkembang. Misalnyagugatan terhadap
keyakinan bahwa Al-Islam adalah satu-satunya agama yangditerima oleh Allah,
yang selanjutnya dimunculkan aqidah pluralisme, multifaith dansejenisnya. Juga
munculnya gugatan tentang batas-batas aurat wanita, yang sudahbaku batas-batasnya
berdasarnya sabda Rasulullah SAW dalam hadith Bukhari-Muslim.
Isu penting yang tidak kalah menariknya dalam
liberalisasi pemikiran Islamadalah wacana pluralisme agama. Tema utama yang
diangkat dalam masalah iniadalah pandangan tentang kebenaran agama, keselamatan
dan kebahagiaan dalam kehidupan
akhirat. Kecenderungan pluralisme adalah membawa manusia untukmemandang bahwa
semua agama adalah sama. Sama benarnya, sama selamatnya.Perbedaan agama satu
dengan yang lain hanyalah pada tataran lahir saja, sementaraesensi semua agama
hanya satu, sama yakni penghambaan kepada Tuhan.Munculnya paham pluralisme saat
ini mengemuka dengan dua model. Yangpertama, yang bernuansa spiritualisme
sufistik yang dikenal dengan konseptranscendent unity of religion,
kesatuan agama-agama, yang dalam dunia tasawufdikenal dengan konsep wahdat
al-adyan. Karena Tuhan itu satu maka esensi agamaadalah satu. Manusia yang
telah mencapai maqam haqiqat, maka ia akan melampauisegala agama. Ia tidak
perlu terikat aturan-aturan syariat. Di kalangan pemikiranBarat Orientalis
paham ini diusung oleh W.C. Smith, yang muaranya akan membawapemeluk agama
untuk tidak terlalu terikat pada pendekatan legal-formal dari suatuagama.
Sedangkan model kedua, yang lebih diwarnai oleh perubahan social sebagaiakibat
dari globalisasi dan globalisme, muncullah konsep world theology atau globaltheology.
Konsep
yang diusung oleh John Hick ini memandang dengan adanya arusglobalisasi dan
paham globalisme tidak ada lagi sekat-sekat budaya, ideology,termasuk agama. Semuanya
harus berkumpul dalam rumah pluralisme. Budaya,ideologi dan agama tidak boleh
mengikat manusia secara eksklusif. Demikebersamaan dan keterbukaan diperlukan
kebersediaan untuk melepaskan ikatanprimordial budaya, ideologi, termasuk di
dalam agama.Persoalan kebenaran dan keselamatan dalam wacana pluralisme
merupakanwacana tahap awal, yang diikuti sikap apatisme terhadap kaidah-kaidah
agama karenapaham sebagaimana disebutkan di muka, dan tujuan akhirnya adalah
pahamsekularisme liberal. Ini dapat dilihat pada diseminasi wacana keislaman
yangdidukung oleh Barat-Sekuler sebagai berikut:
DISEMINASI WACANA KEISLAMAN VERSI BARAT-SEKULER
1. Liberalisme
Ciri-ciri Umum
Kebenaran
ditentukan semata-mata oleh manusia dengan akal
pikiran dan penginderaannya. (empiris-rasional)
·
Agama/ajaran agama hanya
dapat diterima apabila dapatdibenarkan secar akal pikiran.
·
Kebenaran pikiran manusia bersifat absolutely
relative.
·
Tidak ada otoritas dalam
kehidupan, termasuk otoritas agama.
·
Qaidah-qaidah yang dirintis
para Ulama sudah out of date.
Isu-isu
Islam Liberal:
Ciri-ciri
Umum
·
Hermeneutika Al-Quran,
dengan implikasi (a) Penggugatan atas
otentisitas Al-Quran
dan Al-Sunnah, bahkan perlu dimunculkan
Quran Edisi Kritis
(jiplakan pemikiran orientalis Arthur
Jeffrey). (b) Quran
merupakan Produk Budaya Lokal, yang
relative (Zhanni,
seluruh isi Quran Zhanni).(c) Hukum Allah
tidak ada, semua
diserahkan kepada manusia.
·
Dekonstruksi Syari’ah
·
Pengaburan masalah al-tsawabit
dan al-mutaghayyirat, semuanunsure Islam adalah al-mutaghayyirat.
·
Masalah Pluralisme, Gender,
HAM, Demokrtisasi dsb.
2.
Pluralisme Agama
·
Pluralisme agama memiliki
dua aliran, yang ujungnya tetap
sama: (1) aliran
kesatuan transenden agma-agama (transcendent
unity
of religion) versi W.C. Smith, dan (2) teologi global
(global theology)
versi John Hick. Yang pertama merupakan
protes terhadp arus
globalisasi, sedangkan yang kedua
merupakan kepanjangan
tangan dari gerakan globalisasi. Ujung
dari pham ini adalah Other
religions are equally valid ways to the same truth.
·
Kecenderungan
merubah makna konsep-konsep Al-Quran yang berkaitan dengan konsep kafir, ahlul
kitab, murtad dan sejenisnya.
·
Nikah antar agama, seperti
munculnya buku Fiqh LintasAgama, Counter Legal Draft KHI,
·
Doktrin relativisme, yang
akhirnya mengarah kepada kebenaranagama adalah relatif.
3.
Sekularisme
Al-‘Ilmaniyyah
·
Pemisahan antara agama
dengan lembaga-lembaga lain, sepertipolitik, negara, budaya, ekonomi dan
sebagainya.
·
Agama hanyalah urusan invidu
dan hanya dalam masalah ritualyang tidak berkaitan dengan kehidupan keduniaan.
·
idak ada hukum berdasar
agama,
·
Desakralisasi, Profanisasi.
Al-Ladiniyyah
·
Kehidupan manusia tidak
memerlukan agama, wahyu, karenaakal adalah sentral kehidupan manusia
·
Agama adalah candu masyarakat.Pergumulan
pemikiran Barat dan Islam, yang melahirkan pemahaman liberalterhadap Islam atau
liberalisasi Islam, seperti pemikiran yang diusung oleh JIL,JIMM, LKiS,
LKPSM-NU, Paramadina, dan sejenisnya.
E. Strategi
Muhammadiyah menghadapi Ghazwul Fikri
Dalam menghadapi tantangan Ghazwul Fikri,
dalam berbagai bentuknya, yangpling pokok menurut hemat penulis adalah bahwa
Muhammadiyah harus istiqamahdalam khitah.. Justru karena konsistensi dan
komitmen total yang dimiliki parapemimpinnya selama ini, Muhammadiyah menjadi
diterima oleh umat,
Muhammadiyah
menjadi lestari dan survive dalam masa yang cukup panjang. Bahkantidak
hanya survive, tetapi terus berkembang pesat dalam membangun umat
danmembina bangsa.Dan ketika konsistensi dan komitmen mulai meluntur atau
mengalamikegamangan dalam dasawarsa terakhir, kita dapati kegodal-gadulan
(istilah Pak AR)Muhammadiyah, dan keguncangan ideologis, bahkan menyentuh
sendi-sendi gerakanMuhammadiyah.
Konsistensi dan komitmen yang harus tegak
dalam kepemimpinanMuhammadiyah masa depan meliputi berbagai aspek, yang dalam
tulisan ini memfokuskan
pada aspek agama dan ideologi, aspek sosial politik dan aspek sosial budaya.

Konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan
tajdid fil Islam, yang mencakup:
gerakan
pemurnian pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yangberdasar
kepada al-Quran dan al-Sunnah serta pemahaman salaf al-salih, (2)
modernisasi
dan pembaharuan bidang manajemen dan gerakan keumatan dengan
tetap
berlandaskan orisinalitas ajaran Islam, mestinya tetap tegak dan tegar ditubuh
Muhammadiyah,
dengan dipelopori oleh elite kepemimpinannya.
Konsistensi dalam bidang diniyah ini
meniscayakan Muhammadiyah untukmembentengi diri dari unsur-unsur yang mengotori
pemahaman, pemikiran,penghayatan dan pengamalan agama, baik yang bernuansakan
TBC (takhayyul,bid'ah, dan khurafat) klasik, seperti paham paganisme, tasawuf
wihdatul adyan dan wihdatul
wujud, maupun TBC modern seperti paham Islam
liberal-sekular, yangmencoba mengadopsi berbagai metodologi pemikiran yang
datang dari luar Islam tanpa
kritik, yang implikasi berikutnya berbentuk berbagai penyimpangan danpenyakit
sosial, seperti korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme, yang melandanegeri
ini, termasuk dalam tubuh Muhammadiyah.
Sekiranya konsistensi ini tetap terjaga di
Muhammadiyah, sudah semestinya
tidak
perlu gamang menghadapi kritik tentang kebekuan dan kejumudan pemikiran
Muhammadiyah.
Karena kritik itu banyak dilontarkan oleh kaum pragmatis liberaldan sekular,
meskipun ada juga sedikit kritik yang positif dan konstruktif. Namun,kalau di
simak lebih mendalam, sebenarnya terlalu banyak kritik yang justru
inginmengobrak-abrik tatanan Muhammadiyah bahkan tatanan Islam,
denganmengaburkan dan mencampuradukkan masalah-masalah al-tsawabit (hal-hal
baku
dalam
agama) dan masalah-masalah al-mutaghayyirat (hal-hal yang memungkinkan
terjadinya
perubahan).
Prinsip Muhammadiyah sebagai gerakan
pemurnian pemahaman, pemikiran,
penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam merupakan prinsip yang baku yang harusdipegang
teguh Muhammadiyah ingin diobrak-abrik, dengan paham liberal-sekulardengan
menawarkan teori relativisme, yang mengandaikan bahwa tidak mungkinseseorang
mencapai kebenaran yang hakiki dalam beragama, dan dengan itu tidakmungkin pula
seseorang dapat mencapai kepada orisinalitas dan otentitas ajaranIslam,
sehingga Muhammadiyah tidak perlu mempertahankan prinsip purifikasinya.
Muhammadiyah harus mengganti prinsip
puritanisme dengan paham pluralisme,multikulturalisme dan liberalisme
sekular.Pengaruh liberalisme-sekular yang sedikit demi sedikit menggusur
komitmenpemurnian ajaran Islam ini telah membuat Muhammadiyah lengah, lalai dan
pongahterhadap nilai-nilai aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak Islam. Sebagai
contohkonkret kelalaian itu adalah mudahnya Muhammadiyah mengundang
foundationasing (non Islam) sebagai donor untuk berbagai kegiatannya, bahkan
dalam kegiatanyang sangat prinsip, seperti pendidikan (seperti civic
education dengan the asia foundation), pengembangan manhaj dakwah
dan tarjih (kasus dakwah kultural danbeberapa halaqah tarjih dengan the ford
foundation) dan kajian fiqh Islam (kasus fiqhperempuan dengan the asia
foundation) dengan tidak mempertanyakan kehalalan ataukeharaman dana yang
diterima. Di samping itu, LSM-LSM tersebut selama ini
terbukti
menyebarluaskan virus yang merusak aqidah Islam.
Akhirnya hasil kajian-kajian tersebut
mengarah kepada penggugatan dan penggusuran
prinsip pemurnian dan kemurnian ajaran Islam, dengan diakomodasinyakembali
paham paganisme (TBC klasik) dengan dalih perluasan mitra dakwah,pengembangan
sikap empati terhadap kelompok lain, serta masuknya secarahegemonik paham
pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme-sekular. Kegamangan atas kritik
pemikiran Islam Muhammadiyah, juga melanda carapikir Majelis Tarjih, terutama
setelah ditambah dengan Pengembangan PemikiranIslam. Yang terjadi tidak
menyemangati pemikiran Islam dalam rangka memanduumat, justru sebaliknya
menimbulkan kontroversi, karena memisahkan antarapemikiran dengan penghayatan
dan pengamalan, memisahkan antara wacana danfatwa. Padahal semestinya,
kesemuanya itu adalah satu kesatuan yang takterpisahkan, dengan landasan sumber
ajaran Islam yang otentik, dengan tetapmemahami realitas umat untuk didekati dan
dibawa menuju otentitas dan orisinalitasIslam ideal. Kontroversi itu muncul
dari produk wacana pemikiran yang ditawarkanseperti Tafsir Tematik Hubungan
Antar Agama, yang kental dengan pahampluralisme, juga lontaran personil
pimpinan majelis Tarjih yang mengatakan jilbabtidak wajib dan aurat perlu
didefinisi ulang, dan seterusnya. Kontroversi ini jelas,secara akademik tidak
memiliki manfaat signifikans, dan dari sudut keagamaan justrumengarah kepada
pendangkalan aqidah dan pengaburan syariat.

Berkali-kali, Muhammadiyah menegaskan dirinya
sebagai organisasi dakwah, bidang sosial pendidikan dan kesejahteraan sosial,
serta sebagai orgaanisasi
kemasyarakatan, yang tidak berafiliasi kepada partai politik tertentu,
tidakmerupakan kendaraan untuk meraih kekuasaan, dan seterusnya.Namun, karena
goyahnya keistiqomahan kepemimpinan Muhammadiyah,berulangkali juga,
Muhammadiyah terjebak dalam arus politik kekuasaan, yangseringkali hampir
menanggalkan khittahnya sebagai gerakan dakwah Islam.Kalau Muhammadiyah
konsisten dan istiqomah dengan Khittah danKepribadiannya, tidak akan tergiur
untuk terseret dan menyeret diri dalam arus politikpraktis dan politik
kekuasaan.
Gerakan politik Muhammadiyah adalah politik
untukdakwah, sehingga Muhammadiyah memang harus aktif dan proaktif
memberikankontribusi pemikiran strategis-Islami bagi pengembangan dan
pembangunan bangsa,tanpa harus terjebak pada politik kekuasaan. Namun, karena
syahwat politik beberapa oknum dalam kepemimpinan elite Muhammadiyah, baik
pusat maupun daerah,akhirnya terjadi konflik internal Muhammadiyah, karena
perbedaan aspirasi politik,dan lebih parah lagi adalah menjadikan Muhammadiyah
sebagai kendaraan atau batuloncatan untuk meraih kedudukan politik sementara
orang.Comeback-nya, beberapa aktivis politik Muhammadiyahke rumah besar
Muhammadiyah perlu diwaspadai dan diuji, apakah mereka benarbenarcomeback untuk
jihad fi sabilillah, ataukah untuk meraih kedudukan politikyang lebih
tinggi, karena Muhammadiyah dipandang sebagai kekuatan sosialkemasyarakatan
yang memiliki kekuatan politik yang signifikans.Ala kulli hal, pemimpin
Muhammadiyah masa depan, harus istiqomah dalamdakwah, istiqomah menggarap
pendidikan Islami, dan istiqomah membina umatdengan berbagai bentuk pengajian
dan kajian Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Sebagai gerakan Dakwah Islam yang memiliki
komitmen untuk p emurnian
dan
menjaga kemurnian ajaran Islam, Muhammadiyah memahami bahwa kebudayaanadalah
pemikiran, karya dan penghayatan hidup yang merupakan refleksi umat Islamatas
ajaran agamanya, yang bersumber pada otentisitas ajaran Islam.Dengan pandangan
itu, Muhammadiyah memandang bahwa adanya pluralitasbudaya (multikulturalitas)
adalah sesuatu kenyataan yang mesti diterima. Namun,tidak berimplikasi kepada
paham pluralisme dan multikulturalisme, yang memandangsemua agama dan semua
budaya manusia adalah benar dan baik umat manusia.
Muhammadiyah, sebagaimana statemen al-Quran
memandang bahwa dalam
pluralitas
budaya atau multikulturalitas terhadap kategori budaya ma'rufat (segala budaya yang baik, yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam) dan budaya munkarat (segalasesuatu yang jelek,
batil dan jahat bagi kehidupan manusia dan tidak sesuai dengansyariat
Islam.Derasnya paham multikulturalisme dan pluralisme di dalam
tubuhMuhammadiyah ditandai dengan kritik tajam yang dilontarkan oleh kalangan
internalMuhammadiyah atas konsep pemurnian agama (purifikasi). Bahkan kritik
itu telahberubah menjadi hujatan bahwa gerakan purifikasi dalam Muhammadiyah
telahmenggusur potensi kultur lokal, tanpa memahami persoalan dan konteks
budaya lokaltersebut jika dikaitkan dengan aqidah, akhlak dan muamalah Islam.
Akibat lanjut darikegamangan ini adalah kecenderungan warga dan pimpinan
Muhammadiyah yangpermisif terhadap berbagai budaya lokal dan global, tanpa
memperdulikan aspekaspekmunkarat yang terjadi.
Konsistensi Muhammadiyah dalam bidang Sosial
Budaya, harus dijaga dan diperkuat
dengan prinsip pemurnian budaya Islam dari pengaruh TBC dankemusyrikan, nilai
hedonistik, dan syahwat duniawi. Penguatan konsistensi dan visi sosial budaya
yang bertumpu pada prinsip purifikasi, tidak mesti dimaknai sebagaipengembangan
budaya monolitik dan anti perbedaan. Perbedaan (al-ikhtilafat walkhilafiyat)
dan kemajemukan-keragaman (al-tanawwi’iyyat) adalah realitas yangmesti
diterima oleh siapapun sebagai bagian dari sunatullah. Segala potensi budaya baik budaya lokal maupun
budaya global, selama sejalan dan tidak bertentangandengan prinsip ajaran Islam
(al-ma’rufaat), pasti diterima, bahkan dikukuhkansebagai khazanah budaya
Islam. Sebaliknya potensi budaya yang bertentanganbahkan merusak prinsip ajaran
Islam (al-munkarat), tidak ada jalan lain, kecualimembersihkannya. Ini
sejalan prinsip yang terdapat dalam kalimah syahadat yangdiucapkan oleh setiap
muslim dan orang yang akan memeluk Islam.Terdapat dua prinsip yang tegak dengan
kokoh dalam kalimah syahadat.
Pertama, prinsip al-nafyu wa al-itsbat (negasi
dan afirmasi). Negasi, penolakanterhadap budaya munkarat dan afirmasi,
penegasan untuk budaya ma’rufat. Kedua,ittiba’ wa mutaba'atur rasul,
yakni mengikuti jejak langkah Rasulullah dalamberagama dan berbudaya. Dengan
prinsip itu, Muhammadiyah akan memiliki dayaselektifitas dan daya kreatif untuk
menghasilkan kreasi baru dalam melahirkankebudayaan alternatif yang tetap
mempertautkan antara otentisitas dan orisinalitasajaran Islam dengan
perkembangan jaman yang selalu berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar